Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Sri Lanka Desak Warganya di Luar Negeri Bantu Kirim Uang, Ekspatriat Malah Beri Respon Negatif

pemerintah Sri Lanka mendesak warganya yang tinggal di luar negeri untuk mengirim uang bantuan ke negara, Rabu (13/4/2022)

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Sri Lanka Desak Warganya di Luar Negeri Bantu Kirim Uang, Ekspatriat Malah Beri Respon Negatif
AFP/STRINGER
Demonstran menghentikan bus tentara selama demonstrasi di luar rumah Presiden Sri Lanka untuk menyerukan pengunduran dirinya karena krisis ekonomi negara yang belum pernah terjadi sebelumnya memburuk di Kolombo, pada 31 Maret 2022. Sri Lanka Desak Warganya di Luar Negeri Bantu Kirim Uang, Ekspatriat Malah Beri Respon Negatif 

Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Setelah mengumumkan gagal bayar atas default sebesar 51 miliar dolar AS, pemerintah Sri Lanka mendesak warganya yang tinggal di luar negeri untuk mengirim uang bantuan ke negara, Rabu (13/4/2022)

Dana yang dikumpulkan dari para ekspatriat atau warga Sri Lanka yang tinggal sementara maupun menetap di luar negari, rencananya akan ditujukan untuk membantu pemerintah dalam mencukupi kebutuhan impor masyarakat seperti membeli makanan, obat-obatan serta bahan bakar kendaraan.

“Kami membutuhkan bantuan warga Sri Lanka di luar negeri untuk mendukung negara pada saat yang genting ini,dengan menyumbangkan devisa yang sangat dibutuhkan," jelas Gubernur bank sentral Nandalal Weerasinghe.

Baca juga: Sri Lanka Umumkan Default Usai Gagal Bayar Utang Senilai Rp 732 Triliun

Weerasinghe menambahkan, dengan bantuan dana tersebut nantinya Sri Lanka dapat menghemat pembayaran utang negara yang telah jatuh tempo pada Senin (11/4/2022), senilai 200 juta dolar AS atau setara Rp 2,8 miliar (Dengan satuan USD Rp 14,347)

Bahkan demi merealisasi rencananya ini, pemerintah Sri Lanka dikabarkan telah membuat rekening bank khusus untuk manampung sumbangan dalam penggalangan dana ekspatriat yang bermukim di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman.

Seruan yang disampaikan Weerasinghe lantas menghadirkan pro kontra hingga memunculkan kecurigaan bagi para ekspatriat Sri Lanka.

Para pengunjuk rasa membakar bus selama demonstrasi di luar rumah presiden Sri Lanka untuk menyerukan pengunduran dirinya di Kolombo pada 31 Maret 2022. - Pasukan keamanan dikerahkan di seluruh ibu kota Sri Lanka pada 1 April setelah pengunjuk rasa mencoba menyerbu rumah presiden di kemarahan pada krisis ekonomi terburuk bangsa sejak kemerdekaan. (Photo by Ishara S. KODIKARA / AFP)
Para pengunjuk rasa membakar bus selama demonstrasi di luar rumah presiden Sri Lanka untuk menyerukan pengunduran dirinya di Kolombo pada 31 Maret 2022. - Pasukan keamanan dikerahkan di seluruh ibu kota Sri Lanka pada 1 April setelah pengunjuk rasa mencoba menyerbu rumah presiden di kemarahan pada krisis ekonomi terburuk bangsa sejak kemerdekaan. (Photo by Ishara S. KODIKARA / AFP) (AFP/ISHARA S. KODIKARA)
Berita Rekomendasi

Sebelum penggalangan ini, pada tahun 2004 silam pemerintah Sri Lanka juga pernah mengadakan penggalangan serupa untuk membantu para korban bencana tsunami.

Namun sayangnya sumbangan uang asing tersebut berakhir di kantong para politisi. Hal inilah yang kemudian membuat ekspatriat khawatir jika dana bantuan tersebut tak dimanfaatkan dengan benar dan justru berakhir sama dengan kejadian sebelumnya.

“Kami tidak keberatan membantu, tetapi kami tidak dapat mempercayai pemerintah dengan uang tunai kami," kata seorang dokter Sri Lanka di Australia kepada AFP.

Sebagai informasi, kondisi perekonomian Sri Lanka saat ini terpantau makin tak kondusif bahkan kekecauan ekonomi ini telah mendorong adanya krisis pangan dan listrik yang berkepanjangan membuat 22 juta warga yang tinggal di negara tersebut terancam.

Baca juga: Antisipasi Memburuknya Inflasi dan Krisis Ekonomi, Sri Lanka Gandakan Suku Bunga

Sri Lanka Umumkan Default

Pemerintah Sri Lanka pada Selasa (11/4/2022) mengumumkan default atau gagal bayar atas utang luar negerinya, senilai 51 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 732 triliun (dengan satuan USD Rp 14.365).

Dilansir dari laman Independent.co.uk, default tersebut terjadi imbas dari adanya pandemi serta perang Rusia- Ukraina, yang membuat sebagian besar harga bahan pangan dan kebutuhan impor menjadi naik.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas