Konflik Ukraina Berlanjut, Harga Pangan Global Melonjak, Uni Eropa Dihantui Krisis Pangan
perang telah mengganggu produksi pangan, karena Rusia telah melarang ekspor biji-bijian, dan panen di Ukraina menjadi tidak pasti
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, HELSINKI - Saat konflik di Ukraina berlanjut, banyak orang di seluruh dunia khawatir dengan kenaikan harga makanan pokok seperti gandum, minyak sayur dan gula pasir.
Rusia dan Ukraina yang disebut sebagai lumbung pangan global, telah menyumbang sekitar 29 persen dari ekspor gandum global, 19 persen dari ekspor jagung, dan 78 persen dari eskpor minyak bunga matahari.
Namun perang telah mengganggu produksi pangan, karena Rusia telah melarang ekspor biji-bijian, dan panen di Ukraina menjadi tidak pasti, yang berakibat pada melonjaknya harga pangan.
Baca juga: Indonesia Perlu Antisipasi Ketersediaan Pangan Global Dampak Konflik Rusia-Ukraina
Dikutip dari dw.com, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyoroti indeks harga pangan global telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa, pada bulan Maret tahun ini.
Di wilayah Uni Eropa, harga makanan, alkohol dan tembakau telah naik 4,1 persen pada Februari lalu, dari sebelumnya pada bulan Januari yaitu 3,5 persen. Pakar pertanian di BirdLife, Ariel Brunner mengatakann krisis pangan telah mengancam negara-negara yang bergantung dengan impor pangan dari Ukraina.
“Penting untuk diingat bahwa ancaman nyata terhadap ketahanan pangan ada di negara-negara miskin, terutama di negara-negara yang sangat bergantung pada impor dari Ukraina, seperti di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di Eropa, ini lebih merupakan masalah inflasi. Sereal, minyak bunga matahari dan beberapa komoditas lainnya mungkin akan mengalami kejutan pasokan. Tetapi penting untuk dipahami bahwa ini dalam waktu dekat" jelas Ariel Brunner,.
Baca juga: Presiden Jokowi Dipercaya Jadi Anggota Advokasi Krisis Pangan Global oleh PBB
Perdagangan pangan UE dengan Rusia dan Ukraina
Uni Eropa (UE) telah menjadi mitra dagang berbagai produk pangan dari Rusia dan Ukraina. Ekspor pertanian pangan UE dari impor Rusia termasuk minyak sayur, gandum, bahan pakan ternak dan pupuk untuk pertanian. Sementara itu, Ukraina menyumbang 36 persen dari impor sereal ke Uni Eropa dan 16 persen dari minyak sayur.
Namun menurut Komisi Eropa, UE mengaku dapat dengan mudah mengatasi ketidakstabilan yang disebabkan oleh perang di Ukraina.
"Uni Eropa sebagian besar swasembada untuk pangan, dengan surplus pertanian pangan besar-besaran, dan pasar tunggal Uni Eropa sekali lagi dapat diharapkan untuk membuktikan kemampuannya untuk menyerap guncangan," kata komisi itu dalam sebuah pernyataan.
UE menerbitkan sebuah laporan pada awal April ini, yang mencakup langkah-langkah untuk membantu petani UE untuk meningkatkan produksi biji-bijian dalam negeri seperti gandum, jagung dan minyak sayur.
Seorang petani muda dan aktivis iklim yang saat ini tinggal di Finlandia, bernama Sommer Ackerman, mengatakan UE tidak perlu takut kekurangan pangan akibat perang.
"Uni Eropa adalah pengekspor bersih produk pertanian pangan. Namun, serangan Putin di Ukraina telah menyebabkan inflasi harga produksi pangan. Ini juga termasuk harga energi yang berdampak pada bahan bakar yang dibutuhkan untuk membuat dan mengekspor produk pangan dan pertanian," ujar Ackerman.
Ackerman menekankan, keamanan pangan tidak hanya mengancam UE namun negara-negara di luar UE juga akan terpengaruh dengan kenaikan harga ini.