Sri Lanka Dilanda Krisis Ekonomi, Presiden Gotabaya Mengaku Bersalah, Janji Tanggung Jawab
Rajapaksa pada Selasa (19/4) mengakui telah melakukan kesalahan yang mendorong negaranya masuk ke dalam krisis ekonomi terburuk
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pada Selasa (19/4) mengakui telah melakukan kesalahan yang mendorong negaranya masuk ke dalam krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Dia berjanji untuk bertanggungjawab dan memperbaikinya.
Sri Lanka kini ada di ambang kebangkrutan dengan menumpuk utang luar negeri mencapai US$ 25 miliar. Sekitar US$ 7 miliar utang mereka rencananya akan dibayarkan tahun ini.
Baca juga: Kondisi Ekonomi Semakin Memburuk, Harga Bahan Bakar di Sri Lanka Terus Melonjak
Minimnya devisa membuat negara ini kekurangan uang untuk membeli barang-barang impor. Masyarakatnya telah mengalami kekurangan kebutuhan pokok, seperti makanan, gas untuk memasak, bahan bakar minyak, dan obat-obatan, selama berbulan-bulan.
Berbicara di hadapan 17 menteri kabinet baru yang ditunjuknya pada Senin, Presiden Rajapaksa akhirnya mengakui telah salah mengambil keputusan ekonomi sehingga Sri Lanka harus jatuh ke dalam krisis ekonomi parah.
"Hari ini, masyarakat berada di bawah tekanan besar karena krisis ekonomi ini. Saya sangat menyesali situasi ini. Kondisi ini perlu diperbaiki. Kita harus memperbaikinya dan bergerak maju. Kita perlu mendapatkan kembali kepercayaan rakyat," kata Rajapaksa, seperti dikutip Associated Press (AP).
Baca juga: Bangkrut, Harga Bensin di Sri Lanka Melonjak
Rajapaksa menyebutkan, pemerintah seharusnya mendekati IMF sejak awal untuk mendapatkan bantuan, dan semestinya tidak melarang pupuk kimia dalam upaya membuat pertanian Sri Lanka sepenuhnya organik.
Banyak pihak yang mengkritik larangan penggunaan pupuk impor ditujukan untuk memperpanjang penurunan devisa negara dan merugikan petani.
Pekan lalu, Pemerintah Sri Lanka mengatakan, sedang menangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri sambil menunggu pembicaraan dengan IMF. Sri Lanka juga telah mendekati China dan India untuk bisa mendapatkan pinjaman darurat.
Kabinet baru yang ada saat ini dipilih menyusul protes selama berminggu-minggu atas kekurangan bahan bakar minyak dan makanan. Masyarakat juga menuntut Rajapaksa dan keluarganya mengundurkan diri dari pemerintahan.
Kemarahan publik sebagian besar ditujukan kepada Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa. Kakak beradik ini memimpin dinasti politik yang telah berkuasa di Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir.
Ribuan pengunjuk rasa pada Senin menduduki pintu masuk kantor presiden. Ini merupakan hari ke-10 dari aksi yang sama. Sayangnya, aksi tersebut masih belum mampu melengserkan Rajapaksa dan sang kakak.
Namun, sejumlah kerabat Rajapaksa sebelum ini telah didepak dari kursi kabinet. Masyarakat menilai langkah tersebut tidak tulus dan hanya bertujuan untuk menenangkan pengunjuk rasa.
Pihak oposisi pun menolak tawaran Presiden Rajapaksa untuk membentuk pemerintahan persatuan dengan dirinya dan sang kakak tetap pada jabatannya.
artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Negaranya Dilanda Krisis Ekonomi Parah, Presiden Sri Lanka Akhirnya Mengaku Bersalah