Legislator PKS Minta Pemerintah Konsisten dan Tegas Larang Ekspor Minyak Goreng serta CPO
Mulyanto menyebut, pelarangan ekspor minyak goreng (migor) dan CPO sebagai babak baru perang melawan mafia migor.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS Mulyanto menyebut, pelarangan ekspor minyak goreng (migor) dan CPO sebagai babak baru perang melawan mafia migor.
Sebab beberapa kebijakan terkait tata niaga migor ini telah ditetapkan dan dicabut sendiri oleh pemerintah.
Karena itu, Mulyanto meminta agar pemerintah konsisten dan tegas dengan kebijakan yang baru diambil.
Baca juga: Pasar Minyak Nabati Dunia Bergejolak Setelah Indonesia Larang Ekspor CPO
"Jangan kalah lagi dengan mafia migor. Apalagi godaan atas kebijakan kali ini cukup berat," kata Mulyanto kepada wartawan, Senin (25/4/2022).
"Dengan pelarangan ekspor CPO dan migor, maka kita mungkin akan diprotes oleh negara mitra dagang, yang selama ini komitmen menyerap produk CPO kita dan turunannya. Walaupun mungkin tidak sekeras kasus batubara, namun dapat diperkirakan mereka akan merespon negatif atas sikap kita," lanjutnya.
Di sisi lain, Mulyanto mengatakan Indonesia akan kehilangan peluang penerimaan devisa dalam jumlah yang cukup besar.
Sebab, dari total produksi CPO dan migor Indonesia, lebih dari 70 persennya didedikasikan untuk pasar ekspor.
Apalagi harga CPO dunia sedang bagus-bagusnya dan menjadi durian runtuh (windfall profit) bagi penerimaan devisa di awal tahun 2022 ini.
"Kemudian, yang langsung terpukul adalah pengusaha migor yang patuh, karena mereka juga akan kehilangan pendapatan dari pasar ekspor yang sedang terang-terangnya," ujarnya.
Baca juga: Larangan Ekspor Sawit dan Minyak Goreng akan Membuat Stok di Pasaran Melimpah dan Harga Terjangkau
Atas dasar itu, pemerintah harus segera berkonsolidasi untuk merumuskan kebijakan yang lebih permanen bagi pembatasan ekspor CPO dan migor ini.
Di samping itu, Mulyanto minta agar pemerintah meningkatkan pengawasannya terhadap volume ekspor selama periode 22-28 April ini, karena dalam masa-masa tersebut berpeluang pengusaha migor menggunakan aji mumpung untuk memaksimal ekspor mereka.
Kalau ini terjadi, maka akibatnya akan menimbulkan kelangkaan migor di dalam negeri.
Hal tersebut tentu sangat tidak kita inginkan.
"Idealnya, saat mulai berlakunya suatu kebijakan, tidak terpaut waktu yang terlalu lama dengan masa penetapannya, sehingga kebijakan tersebut tidak masuk angin," kata Mulyanto.
Baca juga: KSP Temukan Adanya Masyarakat yang Bingung dengan Sosialisasi Penyaluran BLT Minyak Goreng
Untuk diketahui sebelumnya pemerintah menetapkan kebijakan HET (harga eceran tertinggi) migor, namun kebijakan ini dicabut.
Begitu pula kebijakan DMO (domestic market obligation) sebesar 20 persen dari kuota ekspor CPO dan turunannya dengan harga DPO (domestic price obligation), bahkan kemudian ditingkatkan menjadi 30 persen kuota ekspor. Namun, kebijakan ini akhirnya juga dicabut.
Pemerintah selanjutnya melepas produk migor kemasan sesuai dengan mekanisme pasar.
Sementara untuk migor curah ditetapkan HET baru sebesar Rp. 14 ribu per liter, dimana sebelumnya hanya Rp. 11.000 per liter.
Pada 22/4/2022 setelah muncul skandal fasilitas perizinan ekspor CPO, Presiden Jokowi memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis (28/4), agar pasokan minyak goreng di dalam negeri kembali melimpah dan harganya murah.