Mulai Besok Bahan Baku Minyak Goreng Dilarang Ekspor, Harga Diprediksi Turun
Pelarangan ekspor ini akan diterapkan hingga harga minyak goreng curah tercapai Rp 14.000 per liter di pasar tradisional.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mulai besok, Kamis (28/4/2022) pemerintah akan melarang ekspor bahan baku minyak goreng.
Kebijakan tersebut dilakukan untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo, pemerintah melarang ekspor Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein.
RBD Palm Olein merupakan bahan baku minyak goreng.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Ini 27 April 2022 di Alfamart dan Indomaret: SunCo, Bimoli, Tropical, Sania
Pelarangan ini akan berlaku sejak tanggal 28 April pukul 00.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).
Pelarangan ekspor ini akan diterapkan hingga harga minyak goreng curah tercapai Rp 14.000 per liter di pasar tradisional.
"RBD Palm Olein sejak tanggal 28 April pukul 00.00 WIB, sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp 14.000 per liter di pasar tradisional dan mekanisme di susun sederhana," jelas Airlangga pada konferensi pers virtual, Selasa (26/4).
Baca juga: Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng Diterapkan Sampai Harga Stabil Rp14.000 Per Liter
Airlangga menyebut peraturan menteri perdagangan akan diterbitkan dan bea cukai juga akan mulai memonitor untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
Kebijakan ini diambil sebagai upaya percepatan realisasi minyak goreng curah dengan harga Rp 14.000 per liter terutama di pasar-pasar tradisional.
Di mana dengan kebijakan sebelumnya di beberapa tempat harga minyak goreng curah masih di atas Rp 14.000 per liter.
Larangan untuk produk RBD Palm Olein untuk 3 kode harmonized system (HS) yaitu 15119036,15119037, dan juga 15119039. Adapun untuk HS yang lain, diharapkan para perusahaan masih tetap membeli tanda buah segar (TBS)dari petani sesuai dengan harga yang wajar.
Pelaksanaan lebih jelas akan diatur oleh Menteri Perdagangan melalui Permendag yang dipastikan sesuai dengan aturan World Trade Organization (WTO).
Di mana dapat dilakukan pembatasan atau pelarangan sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.
Airlangga menegaskan, larangan ekspor RBD palm olein berlaku untuk seluruh produsen yang menghasilkan produk ini.
Baca juga: Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng Dilarang, Diterapkan hingga Harga Migor Stabil di Rp 14 Ribu
Untuk pengawasan kebijakan ini akan dilakukan oleh beberapa pihak, di antaranya Bea Cukai yang akan memonitor seluruh aktivitas aktivitas dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan sesuai dengan data dari Januari sampai Maret.
Artinya seluruh rantai pasok akan dimonitor oleh Bea Cukai. Selain Bea Cukai, pengawasan juga diikuti oleh Satgas Pangan.
Ia menegaskan, setiap pelanggaran akan ditindak tegas selalu sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pengawasan terus-menerus bahkan selama libur Idul Fitri.
"Evaluasi akan di lakukan secara berkala terkait dengan kebijakan larangan ekspor tersebut dan tentunya ini semacam regulatory sandbox yang akan terus disesuaikan dengan perkembangan situasi yang ada," paparnya.
Pasokan Dalam Negeri Melimpah
Pemerintah akan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022 sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan.
Kebijakan ini ditujukan agar kebutuhan minyak goreng dalam negeri dapat terpenuhi secara melimpah dan terjangkau bagi masyarakat.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Ini 26 April 2022 di Alfamart dan Indomaret: SunCo, Bimoli, Tropical, Sania
Sebagai gambaran, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) tahun 2021, produksi CPO sepanjang tahun lalu mencapai 46,88 juta ton.
Sementara itu, konsumsi minyak sawit dalam negeri hanya sebesar 18,42 juta ton dengan jumlah ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 34,2 juta ton.
Dengan kata lain, konsumsi minyak sawit dalam negeri hanya setara 35% dari gabungan konsumsi domestik dan ekspor, sedangkan jumlah minyak sawit Indonesia yang diekspor mencapai 65%.
Oleh sebab itu, larangan ekspor ini memang berpotensi membuat pasokan dalam negeri jadi melimpah.
Di sisi lain, harga jual CPO terus berada di level tinggi sepanjang 2022. Berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia, harga CPO kontrak pengiriman Juli 2022 berada di RM 6.349 per ton pada penutupan perdagangan Jumat (22/4).
Harga tersebut sudah naik 14,87% dibanding harga per akhir Maret 2022 yang sebesar RM 5.527 per ton dan meningkat 35,17% dibanding harga penutupan akhir tahun 2021 yang sebesar RM 4.697 per ton.
Kenaikan harga CPO terdorong sentimen konflik Rusia-Ukraina yang mengganggu pasokan minyak nabati sehingga membuat permintaan terhadap minyak sawit meningkat.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng akan mendorong harga CPO lebih tinggi.
"Saya kira pemerintah sudah sadar akan hal ini sehingga nanti akan ada acuan harga CPO untuk dalam negeri yang komponen penghitungannya akan disesuaikan," kata Yusuf saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/4).
Akan tetapi, menurutnya, penentuan harga acuan dalam negeri tersebut harus mengakomodir tujuan pemerintah dan juga pengusaha agar tercapai titik tengah.
Pengawasan pintu perdagangan dan alur distribusi juga penting untuk dilakukan agar stok CPO di dalam negeri tidak "menghilang" lagi seperti sebelumnya.
Terkait dengan potensi melimpahnya pasokan CPO dalam negeri, Yusuf memperkirakan, pangsa pasar di dalam negeri masih sangat besar untuk bisa diisi oleh beragam produsen CPO beserta produknya.
Terlebih lagi, sebelumnya para produsen juga sudah memasok produknya ke dalam negeri sehingga isunya tinggal memperbesar produksi ke pasar domestik.
Lebih lanjut, Yusuf melihat, kebijakan pelarangan ekspor CPO tidak akan diberlakukan dalam jangka panjang.
"Kebijakan ini saya kira dilakukan sebagai langkah konsolidasi untuk melihat ulang berapa besar kebutuhan konsumen di dalam negeri dan apakah produksinya bisa menutupi, jika tidak bisa tentu dibutuhkan peningkatan produksi di sisi hulu dalam jangka menengah dan pendek," tutur Yusuf.
Yang tak kalah penting, pelarangan ekspor CPO ini juga berpotensi menimbulkan protes dari negara-negara tujuan ekspor utama, seperti India dan China.
Namun, menurutnya, ada kebutuhan domestik yang memang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Alhasil, para importir CPO tersebut mau tidak mau akan mengalihkan permintaan ke Malaysia serta negara-negara produsen lain seperti Papua Nugini.
Menanggapi larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, GAPKI menyatakan akan mendukung setiap kebijakan pemerintah terkait sektor kelapa sawit.
GAPKI juga menghormati keputusan tersebut dan akan melaksanakan kebijakan seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
Meskipun begitu, GAPKI akan memantau perkembangan di lapangan setelah berlakunya kebijakan tersebut.
"Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," ucap Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/4). (Ratih Waseso/Herlina Kartika Dewi)