Buruh Tuding Revisi UU PPP Akal-akalan Legalkan Omnibus Law
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menilai revisi UU PPP akal-akalan untuk melegalkan Omnibus Law.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peringatan May Day pada 1 Mei 2022, Buruh menyerukan menolak Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja dan akan menggugat revisi UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU PPP).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menilai revisi UU PPP akal-akalan untuk melegalkan Omnibus Law.
Menurutnya, lahirnya Omnibus Law UU Cipta Kerja telah mendegradasi bahkan bahkan mengeksploitasi kaum buruh
Baca juga: Hari Buruh, Jokowi: Roda Perekonomian Tetap Tumbuh, Penghargaan Tinggi untuk Dedikasi Anda
"Jahat sekali cara berfikir. Jahat dan korup kalau memang revisi UU PPP dilakukan hanya untuk memuluskan Omnibus Law," kata Said Iqbal di depan kantor KPU RI Jakarta, Minggu (1/5/2022).
Said Iqbal mengancam buruh tidak akan memilih partai yang menyetujui UU PPP dan menyetujui pembahasan ulang UU Cipta Kerja.
Para buruh juga mendesak pemerintah menurunkan harga bahan pokok, termasuk harga minyak goreng.
Menurut Presiden Partai Buruh itu, larangan ekspor CPO berdampak pada petani kecil.
Oleh karena itu mafia sawit menurutnya harus dihukum, karena larangan ekspor mengakibatkan petani sawit terpukul karena harganya jatuh.
Baca juga: 3 Pertimbangan Buruh Orasi di Depan Kantor KPU pada Peringatan May Day
Buruh juga menolak rencana kenaikan pertalite dan gas 3 kg.
"Upah riil buruh tidak naik selama 3 tahun berturut-turut. Daya beli 30 persen. Harga melonjak tinggi, ditambah kenaikan pertalite, tentu sangat merugikan," ujarnya.