Operasional 13 Unit Plant Kilang Balikpapan Normal, Potensi Impor Sangat Kecil
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut, dari 14 unit plant di Kilang Balikpapan, hanya satu tidak beroperasi, yaitu Plant 5.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut, dari 14 unit plant di Kilang Balikpapan, hanya satu tidak beroperasi, yaitu Plant 5.
Sedangkan operasional 13 unit lain tetap normal dan sama sekali tidak terganggu.
“Dengan demikian, potensi impor sangat kecil. Apalagi untuk recovery Plant 5, Pertamina sudah menyatakan akan selesai dalam waktu tujuh hari,” jelas Mamit di Jakarta hari ini, Rabu (18/5/2022).
Baca juga: Pasca Kebakaran di Area Kilang Balikpapan, Pertamina Targetkan Perbaikan Selesai dalam Tujuh Hari
Insiden Kilang Balikpapan, menurut Mamit, memang menyebabkan terganggunya operasional unit Plant 5.
Hanya saja, Plant 5 pun bukan berisi BBM, tetapi salah satu bahan baku pembuat Pertamax saja.
Dan dalam analisis Mamit, selama tujuh hari masa perbaikan unit Plant 5 tersebut, Pertamina masih memiliki cadangan bahan bakar minyak (BBM). Setidaknya, untuk 20 hari ke depan.
“Jadi menurut saya, cadangan tersebut masih bisa dioptimalkan untuk menjamin ketersediaan bahan bakar. Dan itu dilakukan tanpa melalui penambahan impor. Apalagi, volume penjualan Pertamax bukan terbesar, hanya sekitar 13 persen,” jelas Mamit.
Baca juga: Kilang Pertamina Terbakar, Komisi VII: Direksi yang Mengurus Kilang Minyak Harus Diberhentikan
Selain stok cadangan, lanjut Mamit, Pertamina juga memiliki kilang lain, seperti Balongan dan Cilacap. Kilang tersebut masih bisa dioptimalkan untuk produksi dalam negeri.
Dengan demikian, tidak beroperasinya satu unit di Balikpapan, memang tidak akan serta-merta membuat Pertamina melakukan impor.
“Jadi, yang penting memang optimalisasi dulu di dalam negeri,” tegasnya.
Terkait rencana pemulihan dalam waktu tujuh hari, Mamit meyakini Pertamina mampu melakukan hal itu.
Sebab, sebagai perusahaan migas, BUMN tersebut tentu sudah memperhitungkan denga cermat. Termasuk terkait penyediaan peralatan, serta vendor melakukan perbaikan tersebut.
Bahkan, mekanisme juga bisa dipercepat ketika posisi urgent. Dalam hal ini, bisa jadi akan ada penambahan waktu atau tenaga kerja.
“Mungkin kalau sebelumnya hanya bekerja satu shift, sekarang bisa ditingkatkan menjadi tiga shift,” kata dia.
“Makanya, kalau Pertamina bisa memenuhi perbaikan tujuh hari, maka memang sangat kecil potensi impor,” imbuhnya.