Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Larangan Ekspor Tak Buat Harga Minyak Goreng Curah Turun, Pemerintah Disarankan Tiga Langkah Ini

Pemerintah disarankan menjalankan tiga strategi mengatasi persoalan minyak goreng, seiring tidak efektifnya larangan ekspor minyak kelapa sawit

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Larangan Ekspor Tak Buat Harga Minyak Goreng Curah Turun, Pemerintah Disarankan Tiga Langkah Ini
Warta Kota/Nur Ichsan
Minyak goreng curah 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah disarankan menjalankan tiga strategi mengatasi persoalan minyak goreng, seiring tidak efektifnya larangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunnya hingga saat ini.

Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mengatakan, tidak efektifnya kebijakan larangan ekspor CPO karena sampai saat ini harga minyak goreng curah tetap di atas Rp 14 ribu per liter.

Sementara itu, kata Amin, negara kehilangan pemasukan baik devisa ekspor maupun pungutan ekspor yang dikelola Badan Pengelola Dana Pungutan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Baca juga: Harga Minyak Goreng Hari Ini, 19 Mei 2022, di Alfamart dan Indomaret: SunCo, Bimoli, Tropical, Sovia

“Kebijakan (larangan) ekspor juga membuat harga CPO global naik karena saat ini dimonopoli Malaysia. Ini salah satu alasan mengapa harga minyak goreng tak kunjung turun meski CPO dilarang diekspor, karena patokan harganya tetap saja mengacu ke harga internasional,” kata Amin, Rabu (19/5/2022).

Menurut Amin, jika dilakukan pencabutan larangan ekspor CPO maka harus dibarengi dengan perbaikan signifikan, terutama dari sisi distribusi dan mekanisme pengendalian harga.

Oleh sebab itu, Amin menyodorkan tiga strategi untuk perbaikan sistem distribusi dan pengendalian harga.

Berita Rekomendasi

Pertama, pemerintah harus membenahi distribusi minyak goreng curah untuk kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro.

Baca juga: Fakta Lin Che Wei Terjerat Kasus Minyak Goreng: Punya Peran Sentral, Status di Kemendag Tak Jelas

"Persoalan utama krisis minyak goreng, khususnya untuk dua kelompok masyarakat tersebut adalah persoalan distribusi bukan produksi," kata Amin.

Ia menyebut, persoalan distribusi inilah yang menyebabkan distorsi harga dan penyelewengan alokasi kepada kelompok yang tidak berhak.

Kedua, menyepakati model bisnis dan mekanisme distribusi minyak goreng dengan produsen besar dalam konteks tanggung jawab sosial untuk sama-sama menjamin ketersediaan minyak goreng kedua kelompok tersebut dengan harga terjangkau.

Sesuai kebijakan pemerintah, harganya ditetapkan Rp14 ribu per liter. Merujuk data Kementerian Perdagangan, kebutuhan minyak gorang curah, dalam kondisi normal adalah sekitar 200 juta liter per bulan.

"Misalnya kebutuhan CPO untuk pemenuhan minyak goreng curah itu 10 persen dari total produksi nasional. Produsen penuhi kebutuhan minyak goreng seharga Rp 14 ribu per liter ini, sisanya 90 persen dari produksi nasional, silahkan diserahkan ke mekanisme pasar. Ini bisa menjadi win-win solution,” papar Amin.

Strategi ketiga, Amin mendorong BUMN Pangan baik Bulog maupun ID Food memperbesar perannya, baik dalam mekanisme distribusi dan pengendalian pasokan.

Hal itu, dinilai penting untuk menjadikan BUMN sebagai kekuatan penyeimbang sekaligus representasi negara dalam memenuhi hajat hidup masyarakat.

“Saat ini posisi BUMN pangan, dalam konteks bisnis minyak sawit porsinya masih sangat kecil, sekitar 4 persen di sisi hulu dan 5 persen saja di sisi hilir. Dalam jangka panjang, sulit mereka menjadi penyeimbang pasar minyak goreng di dalam negeri,” kata Amin.

"BUMN harusnya bisa menjalin kemitraan dengan petani sawit dimana produksi sawit rakyat saat ini mencapai 41 persen dari produksi CPO nasional," sambungnya.

Sehingga dalam kondisi khusus seperti saat ini harga sawit rakyat anjlok, maka BUMN juga menjadi penyelamat mereka.

Namun masalahnya, petani saat ini lebih nyaman bermitra dengan swasta dan menjual produksi mereka ke swasta.

"Artinya BUMN sendiri harus membenahi pola kerja sama agar petani mau berkongsi,” kata Amin.

Lebih lanjut Amin mengungkapkan, secara nasional, gabungan BUMN pangan saat ini sedikitnya memiliki 85 titik distribusi minyak goreng dan instrumen yang tidak bisa disaingi pihak swasta, sehingga menjadi keunggulan kompetitif BUMN Pangan.

"Yang diperlukan saat ini adalah mekanisme pengendalian distribusi agar tidak terjadi distorsi harga maupun mis-alokasi agar minyak goreng murah tidak dinikmati oleh yang tidak berhak,” paparnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas