Perkuat Struktur Permodalan, TBS Energi Utama Akan Right Issue
TBS Energi Utama Tbk (TBS) akan melakukan penawaran umum terbatas dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT TBS Energi Utama Tbk (TBS) akan melakukan penawaran umum terbatas dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD/right issue), setelah sebelumnya ditunda seiring kondisi pasar di tahun lalu yang belum memungkinkan.
Wakil Direktur Utama TBS Pandu Sjahrir mengatakan, pemegang saham telah menyetujui perseroan melakukan right issue periode 2022 - 2023 untuk memperkuat struktur permodalan yaitu membiayai investasi dan kegiatan perusahaan.
Baca juga: Pemerintah Harap Harga TBS di Tingkat Petani Bisa Lebih dari Rp 2.500 per Kg
Namun terkait target raihan dana right issue dan harganya, perseroan belum dapat menyampaikan pada saat ini.
Menurutnya, berbagai rencana dan langkah yang disetujui dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) dan RUPS Luar Biasa, diharapkan dapat mempercepat proses perseroan menjadi pelopor transisi bisnis hijau di Indonesia.
"Ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mencapai net zero emission di tahun 2060," kata Pandu di Jakarta, Rabu (8/6/2022).
Baca juga: Saham Teknologi Bullish, Investor Dinilai Percaya Prospek Pertumbuhan Ekonomi Digital
Pandu menjelaskan, perseroan telah menetapkan target untuk mencapai carbon neutral pada 2030 dan untuk mencapai target tersebut, maka pendapatan perusahaan diinvestasikan ke sektor-sektor energi baru dan terbarukan termasuk kendaraan listrik ramah lingkungan.
"Pada tahun lalu, kami sudah mewujudkan kerja sama joint venture untuk kendaraan listrik, electrum. Artinya TBS sangat serius melihat ke depan untuk bertranformasi menuju energi hijau," paparnya.
Pada tahun lalu, TBS memperoleh pendapatan sebesar 462,7 juta dolar AS atau naik 39,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sedangkan, laba bersih sebesar 65,6 juta dolar AS atau naik 83,2 persen dibanding 2020.
Sebagian besar keuntungan akan digunakan perusahaan untuk memperkuat permodalan jangka panjang dan pertumbuhan bisnis, serta rencana investasi perusahaan, khususnya energi terbarukan maupun kendaraan listrik.