Tingkat Inflasi Naik 2,1 Persen, Jepang Makin Terdorong ke Jurang Resesi
kenaikan CPI di Jepang terjadi karena adanya lonjakan harga energi di pasar global. Namun kenaikan tersebut tak didukung dengan adanya penguatan Yen
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Indeks harga konsumen (CPI) di Jepang mengalami kenaikan pada bulan Mei sebesar 2,1 persen.
Kenaikan ini bahkan jadi yang tertinggi mengalahkan target Bank of Japan dalam tujuh tahun terakhir.
Dilansir dari Reuters, kenaikan CPI di Jepang terjadi karena adanya lonjakan harga energi di pasar global. Namun sayangnya kenaikan tersebut tak didukung dengan adanya penguatan mata uang Yen.
Baca juga: Dampak Ekonomi Kehilangan Konsumsi Pariwisata Jepang per Tahun 1,23 Triliun Yen
Hal inilah yang memicu tekanan bagi para importir energi, hingga mereka terpaksa membeli kebutuhan bahan bakar dengan harga yang relatif tinggi dan berimbas pada naiknya harga kebutuhan pokok seperti bahan pangan.
"Meskipun ada jeda dalam pertumbuhan biaya energi karena perluasan subsidi dan puncak kenaikan harga bahan bakar baru-baru ini, kenaikan harga produk makanan kemungkinan mendorong harga konsumen lebih tinggi," kata analis di Mizuho Research & Technologies.
Sebelum Jepang merilis indeks CPI nasionalnya pada Jumat (17/6/2022), para analis telah lebih dulu memperkirakan adanya kenaikan inflasi di bulan Mei.
Namun perkiraan tersebut meleset jauh, dimana inflasi terkerek naik sebanyak 2,1 persen. Dengan kenaikan ini tentunya makin membuat perekonomian Jepang terdorong masuk ke jurang resesi.
Selain karena lonjakan harga energi, adanya penguncian ketat akibat penyebaran kasus Covid-19 di China juga telah menjadi pemicu naiknya harga CPI di Jepang.
Baca juga: Toko 100 Yen Jepang Terancam Bangkrut Gara-gara Nilai Yen Mendadak Melemah Terhadap USD
Bahkan untuk mencegah terjadinya kerugian yang makin mendalam pada sektor industri, para perusahaan besar di Jepang dikabarkan tengah merencanakan kenaikan biaya belanja modal sebesar 8,9 persen di tahun fiskal ini.
Belum diketahui sampai kapan inflasi ini akan berlangsung, namun kenaikan ini diramalkan akan terus berlanjut hingga beberapa bulan mendatang. Mengingat baru-baru ini The Fed telah menaikkan suku bunganya menjadi 0,75. Hal tersebut tentunya semakin membuat harga minyak mentah melonjak.