Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Penerapan Pajak Karbon Berpotensi Meningkatkan Pendapatan Negara

Di sisi lain, kebijakan pajak karbon tentunya dapat meningkatkan penerimaan negara, yang mana dapat digunakan untuk menambah dana pembangunan

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Penerapan Pajak Karbon Berpotensi Meningkatkan Pendapatan Negara
IST
Foto Ilustrasi emisi karbon - Kebijakan pajak karbon yang semula direncanakan berlaku pada April lalu, akhirnya akan diterapkan 1 Juli 2022.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, penundaan kebijakan pajak karbon yang semula direncanakan berlaku pada April lalu, akhirnya akan diterapkan 1 Juli 2022. 

Menurutnya hal ini sejalan dengan emisi karbon di Indonesia selalu meningkat, sehingga langkah tersebut dinilai dapat memitigasi atau mengurangi dampak emisi karbon terhadap perubahan iklim yang cukup mengkhawatirkan. 

"Sebab, dapat menyebabkan kerusakan ekosistem lahan dan lautan, serta kelangkaan air dan pangan," ujar dia melalui risetnya, Jumat (24/6/2022).

Baca juga: Sederet Fakta Penyebab Bangkrutnya Sri Lanka, Utang Luar Negeri Bengkak hingga Krisis Bahan Bakar

Nico menjelaskan, pajak karbon merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang dikenakan atas kandungan karbon atau aktivitas mengemisi karbon. 

Di mana, pajak jenis ini dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih ke aktivitas ekonomi hijau rendah karbon, mendukung target penurunan emisi hingga mendorong inovasi dan investasi. 

Penerapan pajak karbon pada tahap pertama akan menyasar sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan skema pajak berdasarkan batas emisi atau cap dan tax. 

Berita Rekomendasi

"Dengan demikian, berarti sisa emisi yang dihasilkan PLTU melebihi cap atau batasan sebesar 900 gram atau 0,9 kg, maka akan dikenakan pajak. Tarif karbon dipatok minimal Rp30/kg CO2e (e = equivalent atau setara)," kata Nico. 

Sementara, skema pajak karbon ke entitas masuk dalam skema perdagangan karbon atau cap and trade, di mana perusahaan yang menghasilkan emisi lebih dari cap, maka harus membeli Sertifikat Izin Emisi (SIE) dari entitas lain dengan emisi di bawah cap.

Baca juga: Harga Minyak Mentah Turun, Investor Was-was Suku Bunga Fed Merusak Permintaan

"Apabila tidak dapat membeli Surat Penurunan Emisi (SPE), maka berlaku skema cap and tax," tuturnya. 

Di sisi lain, kebijakan pajak karbon tentunya dapat meningkatkan penerimaan negara, yang mana dapat digunakan untuk menambah dana pembangunan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, investasi ramah lingkungan, dan bantuan sosial. 

"Walaupun, kebijakan pajak karbon turut membebani cost perusahaan, terutama untuk industri-industri yang tergolong heavy carbon, seperti industri semen," pungkas Nico.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas