Investor Dukung Rencana Zimbabwe Cetak Koin Emas untuk Atasi Inflasi
Zimbabwe saat ini mengalami tekanan inflasi yang tidak terkendali dan mata uang dolarZimbabwe terus terdevaluasi
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, HARARE – Zimbabwe akan memperkenalkan koin emas yang memungkinkan investor untuk menyimpan nilai di dalam negeri sekaligus mengatasi inflasi.
- Zimbabwe saat ini mengalami tekanan inflasi yang tidak terkendali dan mata uang lokal Zimbabwe terus terdevaluasi dengan cepat terhadap mata uang utama.
Dikutip dari Aljazeera, Rabu (29/6/2022) langkah ini dilakukan setelah inflasi pada bulan Mei melonjak dari 132 persen menjadi 191,6 persen.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (27/6), kepala bank sentral John Mangudya mengumumkan koin emas baru akan tersedia melalui lembaga perbankan normal.
“Komite Kebijakan Moneter Bank Cadangan Zimbabwe (MPC) memutuskan untuk memperkenalkan koin emas ke pasar sebagai instrumen yang memungkinkan investor menyimpan nilai,” kata Mangudya.
“Koin emas akan dicetak oleh Fidelity Gold Refinery (Private) Limited dan akan dijual ke publik melalui saluran perbankan normal.” imbuhnya.
Baca juga: RI Teken Perjanjian Hibah dengan Mozambik dan Zimbabwe di Jakarta
Fidelity Gold Refinery (Private) Limited adalah satu-satunya entitas pembeli dan pemurnian emas di Zimbabwe yang dimiliki oleh bank sentral.
Komite kebijakan moneter bank sentral menyatakan keprihatinan besar pada kenaikan inflasi baru-baru ini, yang meningkat sebesar 30,7 persen.
Baca juga: Penyebab Kematian Misterius 12 Gajah Liar di Zimbabwe Ditemukan
Pihak berwenang sedang berjuang untuk menarik Zimbabwe dari cengkeraman krisis ekonomi yang ditandai dengan inflasi tinggi, mata uang lokal yang merosot dengan cepat, 90 persen pengangguran dan penurunan produksi manufaktur.
Inflasi negara itu berada dalam tren naik dalam tiga bulan terakhir karena tekanan inflasi meningkat, didorong oleh berlanjutnya pelemahan dolar Zimbabwe yang diperdagangkan pada 1.650 dolar AS di pasar gelap.
Pencetakan uang baru oleh bank sentral juga memperburuk situasi, membalikkan keuntungan yang dicapai dalam dua tahun terakhir dengan penurunan inflasi dari puncaknya 800 persen pada 2020 menjadi 60 persen pada Januari tahun ini.
Baca juga: Zimbabwe Perpanjang Lockdown, Presiden Emmerson: Keputusan Sulit
Sebagai bagian dari langkah-langkah untuk menstabilkan ekonomi, bank sentral akan menaikkan lebih dari tiga kali lipat suku bunga pinjaman dari 80 persen menjadi 200 persen per tahun dan menaikkan suku bunga dari 50 persen menjadi 100 persen per tahun.
“Koin emas adalah ide bagus dalam hal menyimpan nilai. Ini bisa menjadi cara untuk mengurangi tekanan pada dolar AS jika dijual dalam dolar Zimbabwe sehingga menstabilkan inflasi,” kata Ekonom independen yang berbasis di Harare, Victor Bhoroma.
Sementara itu, Analis investasi tampaknya nyaman dengan gagasan koin emas.
Batanai Matsika, kepala penelitian untuk perusahaan pialang saham, Morgan & Co, mengatakan koin emas merupakan perkembangan yang disambut baik di pasar yang kekurangan pilihan investasi dan akan membantu investor melakukan lindung nilai terhadap inflasi.
“Untuk waktu yang lama, pasar tidak memiliki banyak pilihan investasi dan ini adalah kelas aset baru,” kata Matsika
“Emas memiliki fundamental tertentu yang membantunya melakukan lindung nilai terhadap inflasi dan risiko geopolitik,” imbuhnya, seraya menambahkan bahwa konsep tersebut tidak sepenuhnya baru.
Ekonom Akribos Capital yang berbasis di Harare, Tatenda Mabhande juga menyatakan optimisme tentang kemampuan koin emas untuk bertindak sebagai penyimpan nilai.
“Mengenai koin yang bertindak sebagai nilai simpanan, ini adalah langkah yang baik mengingat nilai dolar Zimbabwe sedang terkikis. Orang-orang mengejar dolar AS sebagai penyimpan nilai,” kata Mabhade.
Dia mengatakan, koin emas itu merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi permintaan dolar AS.
Langkah-langkah baru oleh bank sentral datang ketika Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa, yang telah menjabat sejak November 2017, dilaporkan putus asa untuk melepaskan beberapa masalah ekonomi yang diwarisi pemerintahannya.