Rusia Default, Rubel Malah Menguat Terhadap Dolar AS, Naik ke Level Tertinggi Sejak Mei 2015
Nilai tukar mata uang Rusia, Rubel terpantau semakin menguat melewati 52 per dolar AS hingga posisinya naik ke level tertinggi sejak Mei 2015.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sanusi
Bank sentral Rusia mencatat dari Januari hingga Mei 2022, surplus transaksi di negaranya telah tembus 110 miliar dolar AS, melonjak 3,5 kali jumlah periode itu tahun lalu.
Jumlah ini diprediksi bisa terus bertambah mengingat saat ini Rusia telah memberlakukan pembayaran ekspor gas dengan mata uang rubel.
2. Pengetatan Kontrol Modal
Adanya pembatasan ketat atas mata uang asing yang keluar dari Rusia serta ditambah sanksi AS yang melarang Rusia menggunakan dolar, telah sukses memainkan peran besar dalam memperkuat posisi rubel.
Dengan aturan ini, Rusia tidak dapat lagi mengimpor berbagai kebutuhannya dari luar negeri,hal inilah yang kemudian membuat Rusia menghabiskan lebih sedikit uangnya untuk membeli barang-barang dari negara lain
“Pihak berwenang menerapkan kontrol modal yang cukup ketat sehingga uang mengalir masuk dari ekspor sementara arus keluar modal untuk impor relatif sedikit.” ujar Nick Stadtmiller, direktur strategi pasar negara berkembang di Medley Global Advisors di New York.
Sayangnya melonjaknya nilai rubel ke posisi teratas dalam kurun waktu lama dapat melukai rekening fiskal Rusia, oleh sebab itu Rusia kini mulai melonggar kan beberapa kontrol modal demi menurunkan suku bunga agar nilai rubel bisa sedikit melemah.
3. Imbas Sanksi Barat
Imbas dari terputusnya Rusia dari sistem perbankan internasional SWIFT serta terblokirnya akses Moscow pada perdagangan internasional telah mendorong Rusia untuk membangun cadangan devisa lebih besar dari sebelumnya. Hal ini lantaran Rusia tidak dapat melangsungkan kegiatan impor sehingga nilai tukar rubel menjadi lebih kuat
“Rubel di atas kertas sedikit lebih kuat, tetapi apa gunanya membangun cadangan devisa selain untuk pergi dan membeli barang-barang dari luar negeri yang Anda butuhkan untuk perekonomian Anda? Dan Rusia tidak bisa melakukan itu." tutur Max Hess, lembaga penelitian kebijakan luar negeri Rusia.
Meski rubel tengah mengukuhkan nilainya, namun sejak invasi dimulai, kementerian ekonomi Rusia menyebut bahwa Investasi asing di negaranya telah mengalami pukulan keras.
Bahkan momen ini membuat angka kemiskinan Rusia meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam lima minggu pertama perang.
Ini terjadi setelah ribuan perusahaan internasional angkat kaki dari Rusia, hingga memicu bertambahnya angka pengangguran hampir 7 persen di tahun ini.
Untuk mencegah terjadinya kemungkinan buruk bagi negaranya, Putin telah mempersiapkan sejumlah strategi ekonomi.
Tidak disebut strategi apa saja yang akan mulai diterapkan Putin untuk menstabilkan nilai rubel, namun menurut informasi dengan diterapkannya langkah ini, nantinya angka pengangguran dan kemiskinan yang ada di Rusia bisa kembali pulih.