Inflasi Melonjak, Pemerintah Sri Lanka akan Batasi Pencetakan Uang Tahun Depan
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan inflasi telah melonjak dan pemerintah negara itu harus berhenti mencetak uang
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Kelangkaan pupuk kimia selama periode ini berdampak parah pada produksi pertanian, terutama produksi beras yang menurun secara signifikan.
"Dengan demikian, ekonomi pertanian mencatat penurunan tertinggi pada kuartal ini sejak tahun 2015," papar DCS.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, KBRI Colombo Pastikan Kebutuhan WNI Masih Terpenuhi dan Belum Perlu Dievakuasi
Selain itu, pembatasan impor bahan bakar yang sangat penting bagi banyak industri dan jasa, telah mengurangi produksi di semua industri manufaktur, termasuk juga industri konstruksi.
Sejalan dengan itu, sektor industri Sri Lanka juga melaporkan penurunan yang signifikan pada triwulan I 2022.
Namun, terlepas dari semua kondisi buruk yang terjadi di negara ini, aktivitas layanan mencatat adanya sedikit peningkatan pada kuartal pertama tahun 2022 jika dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2021.
PDB Sri Lanka untuk kuartal pertama 2022 dengan harga konstan (2015) dilaporkan mencapai 3.463.101 juta rupee Sri Lanka, dibandingkan dengan 3.519.921 juta rupee Sri Lanka yang tercatat pada kuartal pertama tahun sebelumnya.
Pada kuartal pertama 2021, Sri Lanka mencatat penurunan 1,6 persen pada tingkat pertumbuhan PDB kuartal pertama tahun 2022 dibandingkan dengan 4,0 persen kemiringan yang dilaporkan pada kuartal pertama tahun 2021.
Selanjutnya, PDB atas dasar harga berlaku untuk triwulan pertama tahun 2022, meningkat menjadi 5.368.465 juta rupee Sri Lanka, dari angka sebelumnya yakni 4, 573.080 juta rupee Sri Lanka, mencatat perubahan positif sebesar 17,4 persen.
Tiga kegiatan ekonomi utama negara itu yakni pertanian, industri dan jasa telah memberikan kontribusinya terhadap PDB atas dasar harga berlaku masing-masing sebesar 8,1 persen, 31,1 persen dan 55,6 persen.
Sedangkan komponen 'pajak dikurangi subsidi untuk produk', telah memberikan kontribusi 5,2 persen terhadap PDB pada kuartal pertama tahun 2022.
Sementara itu, pada triwulan I 2022, sektor pertanian dan industri mencatat kontraksi masing-masing sebesar 6,8 persen dan 4,7 persen.
Lalu sektor jasa mencatatkan sedikit ekspansi sebesar 0,7 persen jika dibandingkan dengan nilai tersebut pada triwulan I tahun 2021.