Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Analis: Suku Bunga The Fed dan Ancaman Resesi Biang Kerok Rupiah Jatuh Hampir Rp 15.000/USD

Analis berpendapat, pemicu utama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah sentimen Bank Sentral AS atau The Fed dan isu resesi.

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Analis: Suku Bunga The Fed dan Ancaman Resesi Biang Kerok Rupiah Jatuh Hampir Rp 15.000/USD
Tribunnews/Jeprima
Petugas teller sebuah bank BUMN di Jakarta menghitung uang kertas, Senin (18/5/2020). Analis berpendapat, pemicu utama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah sentimen Bank Sentral AS atau The Fed dan isu resesi. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat keuangan Ariston Tjendra menilai, pemicu utama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), adalah sentimen Bank Sentral AS atau The Fed dan isu resesi.

Menurutnya medua sentimen di atas masih menguat belakangan ini, di mana Bank Sentral AS sudah tegas mengatakan akan mengutamakan mengendalikan inflasi.

"Utamakan inflasi dibandingkan menjaga pertumbuhan, karena inflasi AS mencapai rekor tertinggi dalam 40 tahun. Ini mendorong dolar AS tambah kuat dibandingkan nilai tukar lainnya," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Selasa (5/7/2022).

Dia mengatakan, jarak suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) semakin menyempit dengan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed.  

"Pelaku pasar tentu lebih tertarik masuk ke aset dolar AS dibandingkan rupiah bila gap yield-nya tidak besar. BI harusnya bisa menjaga asa rupiah dengan menaikan suku bunga acuannya," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Selasa (5/7/2022). 

Menurut dia, BI akan menggunakan berbagai cara untuk memastikan nilai tukar rupiah tidak anjlok terlalu dalam terhadap mata uang greenback. 

Berita Rekomendasi

"Tentu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, meskipun Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan dari naiknya harga komoditi," kata Ariston. 

Dia menambahkan, surplus ini bisa mengkompensasi penggunaan devisa untuk menjaga nilai tukar rupiah, sehingga bisa membantu menambah suplai dolar AS. 

Sementara, isu resesi juga mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko, dengan makin banyaknya bank sentral dunia melakukan pengetatan moneter, hingga dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan ekonomi global. 

"Level Rp 15.000 sudah di depan mata. Jadi, kemungkinan tersentuh level tersebut sangat besar, apalagi dengan sentimen The Fed dan resesi yang menguat," pungkasnya.

Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, rupiah juga masih dibayangi sentimen negatif di pasar saham.

"Dana asing mencatat jual bersih Rp 572 miliar kemarin di seluruh pasar. Investor memang mencermati risiko kenaikan Fed rate terhadap indonesia, sehingga melakukan penjualan aset berisiko tinggi," katanya.

Baca juga: Rupiah Terus Melemah, Hampir Sentuh Rp 15.000: Pengamat Sarankan BI Kerek Suku Bunga

Selain itu, data inflasi Negeri Paman Sam di Juni 2022 yang cukup tinggi sejak 2017 menjadi kekhawatiran terhadap risiko stagflasi.

Baca juga: Rupiah dan IHSG Kemarin Kompak Melemah, Bagaimana dengan Prediksi Hari Ini?

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas