Pekan Depan, Laju Rupiah Bakal Kembali Tertekan Usai Lepas Level Rp 15.000
Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pekan depan diperkirakan bakal mengalami tekanan dari sentimen eksternal.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pekan depan diperkirakan bakal mengalami tekanan dari sentimen eksternal.
Analis Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan, tekanan eksternal masih sama seperti hari-hari sebelumnya yaitu kabar akan dinaikkannya kembali suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
"Mungkin minggu depan akan tertekan dipengaruhi oleh sentimen global, terutama ekspektasi kenaikan 75 basis pon pada FOMC (Federal Open Market Committee) bulan ini," kata Rully saat dihubungi, Sabtu (9/7/2022).
Baca juga: Anggota Komisi XI DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Pelemahan Rupiah
Menurutnya, sentimen positif dari internal seperti kenaikan cadangan devisa (cadev) Indonesia cukup membawa angin segar pada laju rupiah pada perdagangan kemarin.
Namun, hal itu diperkirakan tidak bertahan hingga pekan depan.
"Kemarin rupiah masih tetap bergerak stabil, karena respons positif terhadap publikasi data cadev yang ternyata mengalami kenaikan," ucapnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan akhir pekan, Jumat (8/7/2022), menguat tinggalkan level Rp 15.000.
Tercatat, rupiah menguat 23 poin ke level Rp 14.979 dari posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya Rp 15.002 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pun mencarat penguatan rupiah ke posisi Rp 14.981 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.986 per dolar AS.
Bank Indonesia melaporkan cadangan devisa Indonesia meningkat pada Juni 2022 menjadi 136,4 miliar dolar AS dibandingkan dengan Mei 2022 yang sebesar 135,6 miliar dolar AS.
Peningkatan posisi cadangan devisa pada Juni 2022 dipengaruhi oleh penerbitan obligasi global atau global bond pemerintah, serta penerimaan pajak dan jasa.
Posisi cadangan devisa tersebut, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Oleh karenanya, BI menilai cadev tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.