Rupiah Pagi Terpantau Menguat Tipis ke Level Rp14.975
Analis Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah akan kembali melemah pada hari ini (12/7/2022).
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa pagi (12/7/2022) terpantau menguat.
Melansir data Bloomberg (pada pukul 09.01), rupiah berada di level Rp14.975 per dolar AS.
Pada penutupan di akhir pekan kemarin (11/7/2022), merujuk data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah berada di level Rp14.979 per dolar AS.
Sebelumnya, Pengamat Pasar Keuangan sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah akan kembali melemah pada hari ini (12/7/2022).
Menurut analisanya, mata uang Garuda berpotensi melemah di kisaran Rp14.960 hingga Rp14.990.
“Pada penutupan sore, mata uang rupiah kembali menguat. Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.960 hingga Rp14.990,” ucap Ibrahim, Senin (11/7/2022).
Dirinya melihat perkembangan nilai tukar dolar AS dipengaruhi berbagai faktor eksternal.
Baca juga: Awal Pekan Ini, Rupiah Menguat Tipis, IHSG Turun 0,27 Persen
Menurutnya, dolar menguat terhadap mata uang lainnya pada Senin, penyebabnya adalah kekhawatiran pertumbuhan global membantu safe-haven dolar naik lebih luas.
Sedangkan patokan imbal hasil Treasury AS 10-tahun stabil di dekat level tertinggi lebih dari satu minggu sesi sebelumnya.
Perkembangan nilai tukar dolar juga terpengaruhi oleh China, tepatnya Shanghai yang melaporkan kasus pertama dari sub-varian BA.5 omicron yang sangat menular pada hari Minggu dan memperingatkan risiko sangat tinggi, memicu kekhawatiran akan lebih banyak penguncian. Beijing juga telah berjanji untuk menopang perekonomian.
Baca juga: Senin Pagi Rupiah Terpantau Menguat, Sentuh Level Rp 14.979 Per Dolar AS
“Kemudian juga terpengaruhi kekhawatiran akan inflasi yang tinggi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi terus membebani pasar,” papar Ibrahim.
“Tingkat pengangguran AS tetap di 3,6 persen yang meredakan beberapa kekhawatiran resesi, meningkatkan ekspektasi pengetatan moneter lebih lanjut,” pungkasnya.