Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Minyak Mentah Merosot Tajam, Brent dan West Texas Intermediate Anjlok di Bawah 100 Dolar

Harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2022 ditutup anjlok US$ 7,61 ke US$ 99,49 per barel, Selasa kemarin.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Harga Minyak Mentah Merosot Tajam, Brent dan West Texas Intermediate Anjlok di Bawah 100 Dolar
International Finance Magazine
Harga minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) ditutup melemah di bawah 100 dolar AS per barel pada perdagangan Selasa, 12 Juli 2022. Ini merupakan harga penutupan minyak mentah terendah dalam tiga bulan ini. 

TRIBUNNEWS.COM, HOUSTON - Harga minyak mentah di pasar dunia ditutup melemah tajam pada perdagangan Selasa, 12 Juli 2022 kemarin setelah sebelumnya sempat naik tajam.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) ditutup melemah di bawah 100 dolar AS per barel. Ini merupakan harga penutupan minyak mentah terendah dalam tiga bulan ini.

Anjloknya harga minyak mentah Brent dan WTI dipicu oleh sejumlah sentimen negatif.

Antara lain, penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS), pembatasan di China karena Covid-19 yang dikhawatirkan akan memicu penurunan permintaan, serta naiknya kekhawatiran global pada perlambatan ekonomi dunia.

Harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2022 ditutup anjlok US$ 7,61 atau 7,1 persen ke US$ 99,49 per barel pada perdagangan Selasa kemarin sekaligus menjadi harga penutupan terendah untuk Brent sejak 11 April.

Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2022 juga merosot 7,9 persen sebesar US$ 8,25 atau 7,9 persen menjadi US$ 95,84 per barel.

Ini merupakan harga terendah WTI dalam tiga bulan ini.

Baca juga: Harga Minyak Mentah Melambung, Jokowi: Kita Berdoa Supaya APBN Masih Kuat Memberi Subsidi

Berita Rekomendasi

Jika dihitung sejak puncak harga di tahun ini, yang terjadi pada bulan Maret, Brent telah terjun bebas 29 % , sementara WTI tergelincir 27 % .

Penurunan tajam mengikuti satu bulan perdagangan bergejolak di mana investor telah berada di posisi jual minyak, di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga agresif untuk membendung inflasi akan memacu penurunan ekonomi yang akan memukul permintaan minyak.

Baca juga: Harga Minyak Jatuh di Tengah Kegelisahan Resesi dan Pembatasan Covid-19 di China

Harga minyak menghadapi tekanan ekstrem "karena postur defensif berlanjut dengan sentimen konsumen masih dalam mode tertekan seiring dengan munculnya kembali Covid-19 di China," kata Dennis Kissler, Senior Vice President for Trading di BOK Financial.

Indeks dolar Amerika Serikat (AS), yang melacak mata uang terhadap enam mitra utama, juga naik pada hari sebelumnya ke 108,56, level tertinggi sejak Oktober 2002.

Baca juga: Vladimir Putin Peringatkan Barat, Sanksi Lanjutan Bakal Picu Lonjakan Harga Minyak dan Gas Global

Minyak mentah yang diperdagangkan dalam dolar AS, menjadikannya lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Investor juga cenderung melihat dolar sebagai tempat yang aman selama volatilitas pasar.

Kekhawatiran resesi juga telah memaksa investor untuk membuang turunan terkait minyak bumi pada salah satu tingkat tercepat di era pandemi.

Hedge fund dan pengelola uang lainnya menjual setara dengan 110 juta barel dalam enam kontrak berjangka dan opsi terkait minyak paling penting dalam seminggu hingga 5 Juli.

Open interest di bursa berjangka New York Mercantile Exchange (NYMEX) turun pada 7 Juli ke level terendah sejak Oktober 2015.

Volatilitas close-to-close pada Brent dan WTI berada di level tertinggi sejak awal April. Likuiditas yang lebih rendah biasanya menghasilkan pasar yang lebih bergejolak.

Pembatasan perjalanan Covid-19 yang diperbarui di China juga membebani harga minyak, dengan beberapa kota di China mengadopsi pembatasan baru, dari penutupan bisnis hingga penguncian yang lebih luas, dalam upaya untuk mengendalikan infeksi baru dari subvarian virus yang sangat menular.

Baca juga: Lonjakan Harga Minyak Kerek Pendapatan Produsen Migas Exxon dan Shell

Presiden AS Joe Biden akan mengajukan kasus untuk produksi minyak yang lebih tinggi dari OPEC ketika ia bertemu dengan para pemimpin Teluk di Arab Saudi minggu ini, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan pada hari Senin.

Namun, orang dalam industri, sumber dan pakar mempertanyakan apakah, dengan produksi saat ini setidaknya 10,5 juta barel per hari, Arab Saudi benar-benar memiliki 1,5 juta barel per hari lagi yang dapat dibawa online dengan cepat dan berkelanjutan.

Kapasitas cadangan dalam OPEC juga telah menipis, dengan sebagian besar produsen memompa pada kapasitas maksimum.

OPEC pada hari Selasa juga memperkirakan bahwa permintaan minyak dunia akan naik 2,7 juta barel per hari pada tahun 2023, sedikit lebih lambat dari pada tahun 2022.

Energy Information Administration (EIA) memperkirakan kenaikan produksi minyak mentah AS dan permintaan minyak bumi pada tahun 2022 seiring pertumbuhan ekonomi.

Stok minyak mentah naik sekitar 4,8 juta barel untuk pekan yang berakhir 8 Juli, sumber pasar mengutip angka American Petroleum Institute (API). Persediaan bensin juga naik 3 juta barel, menurut sumber.

Data inventaris dari EIA diharapkan pada hari Rabu.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen berada di Asia untuk membahas cara memperkuat sanksi terhadap Rusia, termasuk pembatasan harga minyak Rusia untuk membatasi keuntungan negara dan membantu menurunkan harga energi.

Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mengatakan bahwa setiap batas harga minyak Rusia harus mencakup produk olahan.

Penulis: Anna Suci Perwitasari | Sumber: Kontan

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas