Sri Mulyani Bilang Krisis Pangan sebagai Dampak Perang Bikin Sulit Menkeu Negara G20
Sri Mulyani: semua menteri keuangan dan bank sentral negara anggota G20 menghadapi situasi yang sangat sulit terkait ketahanan pangan dunia.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, semua menteri keuangan dan bank sentral negara anggota G20 menghadapi situasi yang sangat sulit terkait ketahanan pangan dunia.
Menurutnya, para menkeu negara G20 menyaksikan peningkatan risiko keamanan pangan yang mengkhawatirkan sebagai dampak perang di Ukraina.
"Selain itu, juga adanya sanksi, serta pembatasan ekspor yang memperburuk efek pandemi Covid-19. Ini semua mendorong harga pangan ke level rekor tertinggi," ujarnya dalam acara High Level Seminar: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity di Bali, ditulis Minggu (17/7/2022).
Baca juga: Inflasi AS Terus Melonjak, Ribuan Warga Rela Mengantre Demi Bantuan Pangan
Ke depannya, Sri Mulyani mengaku tetap akan melihat tantangan ketahanan pangan ini terhadap ekonomi global masih, dan perlu diatasi bersama.
"Bagaimana cara menghindari harga pangan yang terus meningkat. Sebab dengan meningkatnya harga pangan, ini bisa mendorong jutaan orang lagi ke dalam kondisi rawan pangan," katanya.
Jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut sudah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2019 sebelum pandemi, dari 135 juta menjadi 276 juta orang.
Karena itu, Sri Mulyani menegaskan urgensi krisis pangan harus ditangani, dengan pengerahan semua mekanisme pembiayaan sesegera mungkin untuk menyelamatkan nyawa serta memperkuat stabilitas keuangan dan sosial.
"Kebijakan ekonomi makro secara baik, juga menjadi penting secara fundamental, yang telah membantu banyak negara mengatasi krisis," pungkasnya.
Sri Mulyani Sebut Krisis Pangan Global Bisa Berlangsung Lama
Kondisi ekonomi dunia, yang masih belum sepenuhnya pulih akibat pandemi diperparah dengan invasi Rusia ke Ukraina. Selain krisis energi, dunia juga dihadapkan pada krisis pangan terutama bagi negara-negara dengan ekonomi rentan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyebut krisis pangan yang melanda secara global pada saat ini dapat berlangsung dalam waktu lama.
"Pandemi Covid-19 yang belum selesai dan perang yang berlangsung di Ukraina, memungkinkan akan memperburuk ketahanan pangan akut 2022 yang sudah parah," ujar Sri Mulyani dalam High Level Seminar G20 Indonesia: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity di Bali, Jumat (15/7/2022).
Ia menyebut, ketahanan pangan negara-negara dapat terganggu dengan adanya krisis pupuk yang terjadi pada saat ini.
Baca juga: Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) Ikut Berperan Turunkan Angka Kemiskinan Sumatera Selatan
Sehingga, krisis pangan diperkirakan masih berlangsung hingga tahun depan dan bisa terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
"Krisis pupuk yang mengancam juga berpotensi memperburuk krisis pangan hingga 2023. Ada urgensi di mana krisis pangan ini harus ditangani secara bersama," ujarnya.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengajak seluruh negara di G20 untuk menyiapkan pembiayaan untuk memperkuat stabilitas sosial dan juga melakukan antisipasi krisis pangan.
"Pengerahan semua mekanisme pembiayaan yang tersedia segera diperlukan untuk menyelamatkan nyawa dan memperkuat stabilitas keuangan serta sosial," tuturnya.
Naik 20 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan per bulan Maret, harga pangan sudah melonjak hampir 13 persen. Dan bisa melonjak hingga 20 persen pada akhir tahun 2022.
Forum G20 diharapkan bisa menjadi jembatan solusi, dari hasil diskusi bersama para menteri keuangan dan gubernur bank sentral berbagai negara anggota.