B20-G20 Sepakati Pembiayaan Infrastruktur Dijalankan Lewat Kolaborasi Berkelanjutan
Forum dialog B20-G20 yang diselenggarakan B20 Indonesia Finance & Infrastructure Task Force secara hybrid di Nusa Dua Bali,
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
“Kami bertujuan meningkatkan jumlah proyek berkelanjutan yang dapat didanai melalui perdagangan karbon. Ini sangat penting karena akan membantu pembiayaan bagi negara-negara berkembang dalam menurunkan emisi karbon,” ujarnya.
Kedua, Global Climate Finance Alliance, yakni aliansi multilateral baru yang dirancang untuk mengukur dan mereplikasi inovasi, solusi teknologi dan keuangan termasuk pembiayaan campuran untuk dapat menarik investasi yang sejalan dengan aksi iklim dan mencapai tujuan berkelanjutan sesuai indikator SDGs.
“Hal terpenting, dalam rangka mempererat hubungan antara komunitas bisnis dari negara-negara G20, Presidensi B20 Indonesia memfasilitasi interaksi jaringan dan mengeksplorasi peluang bisnis baru untuk perdagangan dan investasi demi mendukung percepatan pemulihan ekonomi global yang lebih adil dan inklusif,” jelas Shinta.
Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid menegaskan, empat rekomendasi yang diajukan Task Force F&I untuk mewujudkan masa depan yang hijau dan berkelanjutan harus didukung dan diperjuangkan, terutama terkait hambatan dan rintangan yang menghalanginya.
Baca juga: Kendaraan Listrik untuk KTT G20 Akan Dipamerkan di PEVS 2020, dari Hyundai hingga Wuling
“Kesenjangan terkait infrastruktur antara negara maju dan berkembang sangat terlihat jelas. Negara berkembang menghadapi tantangan yang sudah menjadi persoalan klasik, yakni minimnya infrastruktur di pedalaman dan pedesaan sehingga membuat pertumbuhan ekonomi menjadi tersendat dan berjalan lambat,” jelas Arsjad.
Minimnya pembiayaan untuk infrastruktur, kata Arsjad harus segera diatasi. Di Indonesia, perkiraan biaya infrastruktur rentang 2022-2024 adalah sekitar US$445 miliar. Sedangkan pemerintah hanya mampu mendanai sekitar 37 persen dari total perkiraan biaya tersebut sehingga terjadi kekurangan biaya sebesar US$280 miliar.
“Untuk mengatasi tantangan tersebut perlu ada kolaborasi dan kerja sama yang lebih kuat. Pertama, kolaborasi dan kerja sama komunitas internasional, seperti G20 sangat penting untuk mempercepat proyek infrastruktur yang berkelanjutan,” katanya.
Kolaborasi Pendanaan Berkelanjutan
Arsjad mendorong negara-negara maju memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang melalui pendanaan dan investasi proyek infrastruktur serta transfer teknologi yang dapat membawa dampak positif bagi pembangunan berkelanjutan dan pemulihan ekonomi.
Kedua, kemitraan publik-swasta, lanjut Arsjad merupakan kunci untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur yang lebih hijau dan cerdas. Sektor swasta sebagai mesin utama untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memainkan peran yang semakin penting pada hampir semua perubahan besar global, sosial dan lingkungan.
Ia mencontohkan kendaraan listrik yang menjadi solusi untuk mengurangi emisi dan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau inovasi pembiayaan secara digital atau tekfin untuk mendorong inklusivitas keuangan bagi masyarakat.
Namun, Arsjad meminta dukungan pemerintah melalui kebijakan atau regulasi yang ramah dengan investasi, salah satunya melalui Omnibus Law.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebagai perwakilan Kementerian Keuangan mengatakan pembangunan infrastruktur sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Selama 7 tahun ini, Presiden Jokowi sangat serius membangun dan mengejar ketertinggalan infrastruktur, terutama soal akses jalan tol.