Gabungan Badan Usaha Jasa Konstruksi Mengaku Kesulitan Urus SBU
Badan Usaha Jasa Konstruksi mengaku mengalami kesulitan dalam mengurus Sertifikat Badan Usaha (SBU)-nya.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan

d. Hasil pertemuan Asosiasi Badan Usaha terakreditasi pada tanggal 14 Juli 2022 di Rumah Makan Kembang Goela Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan asosiasi-asosiasi Badan Usaha yakni : GAPENSI, INKINDO, AABI, GAPEKNAS, AKTI, PERKINDO, GAPEKSINDO, ASPEKNAS, AKI dan GAPENRI, AKTI, ASPEKINDO (daftar hadir terlampir).
"Namun hingga saat ini permohonan kami kepada pemerintah dalam hal ini kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, belum mendapatkan tanggapan apapun dalam hal persyaratan perolehan Sertifikasi Badan Usaha bagi Badan Usaha anggota-anggota kami," tambahnya.
Berikut ini adalah permohonan Gabungan Badan Usaha Jasa Konstruksi:
1. Memberikan kemudahan persyaratan pemenuhan tenaga kerja bersertifikat SKK untuk kualifikasi Kecil dengan menyampaikan surat pernyataan komitmen pemenuhan ketersediaan tenaga kerja bersertifikat sampai dengan 31 Desember 2023 sambil menunggu tindak lanjut Amar Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang perubahan UU No. 11 tahun 2020 beserta peraturan turunannya.
Selain itu jumlah LSP (Lembaga Sertifikat Profesi) yang sudah beroperasi masih sangat sedikti dibandingkan dengan kebutuhan akan jumlah tenaga kerja yang dipersyaratkan di seluruh jenjang.
Dari data per 8 Juni 2022, saat ini LSP baru bisa memproduksi 7,373 orang pemegang SKK untuk semua jenjang, jika kebutuhan SKK tiap BU sesuai PP 05/2021 adalah minimal 1 orang PJTBU dan 1 PJSKBU. Saat ini jumlah BU aktif data di LPJK adalah 100,711 jika masing-masing BU perlu 2 pemegang SKK maka diperlukan setidak-tidaknya 201,422 pemegang SKK.
Sekali lagi : jumlah Badan Usaha yang harus menutup usahanya akan semakin banyak karena jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat sebagai persyaratan SBU sangat tidak mencukupi.
2. Mempercepat penambahan penyusunan SKKNI pada jenjang jabatan kerja tertentu yang sangat diperlukan untuk PJTUB dan PJSKBU pada jenjang 6 dan 5 dalam rangkan pemenuhan persyaratan SKK badan usaha kualifikasi kecil. Agar produksi SKK oleh LSP-LSP bisa semakin banyak.
3. Menyegerakan diterbitkan aturan relaksasi terkait Persyaratan Perizinan Berbasis Resiko yang diatur dalam PP No. 05/2021:
a. Nilai penjualan tahunan didasarkan pada perolehan pekerjaan dalam rentang waktu 3 (tiga) kali masa berlaku SBU (9 tahun) ke belakang, saat ini dipersyaratkan hanya 3 tahun ke belakang.
b. Rekaman Kontrak Kerja Konstruksi sebagai bukti Pengalamam Pekerjaan dapat digunakan sebagai persyaratan Penjualan Tahunan beberapa sub-klasifikasi yang sesuai, saat ini dipersyaratkan satu bukti Kontrak Kerja hanya bisa digunakan untuk satu sub-klasifikasi saja.
c. Persyaratan kemampuan keuangan diberlakukan sebagai persyaratan kualifikasi Badan Usaha, saat ini merupakan persyaratan keuangan per sub-klasifikasi sehingga modal yang dibutuhkan semakin besar.
d. Jumlah tenaga kerja konstruksi PJSKBU sebanyak satu orang dapat dipergunakan untuk memenuhi persyaratan 5 (lima) sub-klasifikasi SBU pada klasifikasi yang sama, saat ini diberlakukan satu tenaga kerja hanya bisa digunakan untuk satu sub-klasifikasi saja.
"Kami yakin permohonan kami tidak akan sampai mengorbankan kualitas layanan jasa konstruksi kami di proyek-proyek konstruksi nasional baik melalui APBN/APBD, karena permintaan- permintaan tersebut masih dalam tahap sangat wajar disesuaikan dengan kondisi nyata dari badan-badan usaha anggota kami saat ini," terangnya.
Jika permohonan tersebut tidak segera dikabulkan, menurut mereka, akan semakin banyak Badan Usaha Jasa Konstruksi yang tidak bisa melanjutkan usahanya.