Kesenjangan Pendanaan Hijau di Indonesia Capai 250 Miliar Dolar, Partisipasi Swasta Kurang
Sektor swasta baru berkontribusi sebesar 9 persen atau 21,3 miliar dolar AS di 2015 hingga 2019 dari total kebutuhan pendanaan di investasi hijau.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini terjadi peningkatan kontribusi sektor swasta terhadap pendanaan hijau di Indonesia dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai 20 persen pada Mei 2022.
Namun Senior Analyst Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia Luthfyana Larasati mengatakan, partisipasi dari sektor swasta belum optimal.
Meskipun trennya meningkat, sektor swasta baru berkontribusi sebesar 9 persen atau 21,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) selama 2015 hingga 2019 dari total kebutuhan pendanaan.
"Untuk mengisi kesenjangan pendanaan, dibutuhkan 250 miliar dolar AS sampai dengan tahun 2030," ujar Luthfyana mengutip keterangannya, Minggu (24/7/2022).
Sementara hingga tahun 2020, pemerintah telah mendanai sekira 34 persen dari total kebutuhan pendanaan tersebut, sehingga sisanya 66 persen diharapkan dapat diisi dari sumber non pemerintah.
Baca juga: BTPN Siap Andalkan Green Bond untuk Penetrasi Pembiayaan Hijau ke Sektor ESG
Dari sisi teknis, Luthfyana mengungkapkan, bahwa klasifikasi usaha yang saat ini dikategorikan kuning perlu diperjelas perannya sebagai kategori sementara, dalam rangka memuluskan transisi menuju ekonomi Indonesia rendah emisi.
"Apabila jelas kondisi-kondisi yang kelak akan menyebabkan industri di kategori kuning diperketat menjadi merah, maka investor akan memiliki kepastian untuk investasi jangka panjang," katanya.
Baca juga: Investasi Hijau 1 Dolar AS Disebut Bisa Hasilkan Keuntungan 4 Dolar AS
Awal 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia yang memberikan pedoman aktivitas ekonomi dengan menerapkan sistem traffic light.
Tujuannya untuk mengklasifikasi kegiatan dari sudut pandang keberlanjutan, yaitu hijau untuk kegiatan tidak membahayakan dan berdampak positif terhadap lingkungan, kuning untuk kegiatan dalam transisi, dan merah untuk kegiatan tinggi emisi dan merusak lingkungan.
Kepala Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Keuangan OJK Nurkhamid menambahkan, kategorisasi ini dirancang untuk mengarahkan investasi menuju kegiatan ramah lingkungan.
"Taksonomi dapat membantu pemantauan berkala investasi. Utamanya sektor swasta melalui peningkatan kualitas pelaporan dan pengungkapan (disclosure), sehingga dapat mendorong mobilisasi investasi ke sektor-sektor hijau," kata dia.