Pengamat: Gejolak Krisis Energi Belum Terlalu Dirasakan Masyarakat Indonesia
krisis energi kemungkinan baru akan terasa apabila nantinya pemerintah mulai menerapkan pembatasan pembelian BBM lewat My Pertamina dan sebagainya
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan, gejolak kenaikan harga sejumlah komoditas energi belum terasa bagi sebagian masyarakat karena masih adanya subsidi dari pemerintah.
Menurutnya, krisis energi kemungkinan baru akan terasa apabila nantinya pemerintah mulai menerapkan pembatasan pembelian BBM lewat My Pertamina dan sebagainya.
Hal ini ia sampaikan dalam Rilis Lembaga Survei Indonesia terkait 'Persepsi Publik Terhadap Penegakan Hukum, Tugas Lembaga-lembaga Hukum dan Isu-isu Ekonomi', Minggu (24/7/2022).
Baca juga: Putus Ketergantungan Energi Rusia, Uni Eropa Mulai Lirik Pasokan Gas dari Nigeria
"Saya melihat ini penting karena ini akan menjadi batu sandungan ketika pada suatu saat mulai diterapkan pembatasan pembelian BBM bersubsidi dengan My Pertamina dan sebagainya," kata Ahmad.
Dari hasil survei, ditemukan persepsi masyarakat yang beranggapan harga energi tidak boleh naik meski subsidi pemerintah tinggi.
Meski harga bahan bakar dunia saat ini mengalami peningkatan, tapi sebagian masyarakat beranggapan pemerintah harus berupaya agar harga bahan bakar dalam negeri tidak dinaikan, termasuk jika harus menambah hutang negara untuk menutupi subsidi.
Bahkan ada narasi yang menyatakan Indonesia berhasil memanfaatkan winfall profit tax.
Padahal inflasi Indonesia sudah tembus di angka 4,35 persen, bahkan di akhir tahun ia menilai bisa tembus hingga 6 persen.
Baca juga: Harga Minyak Dibatasi, Rusia Ancam Hentikan Pasokan Energi
"Jadi narasi itu membuat (anggapan), oh negara punya uang banyak sehingga subsidi harus diberikan. Ini yang akhirnya saya khawatir ketika katakanlah winfall taxnya tidak ada malah kemudian harga harus dinaikkan," kata Ahmad.
"Narasi yang disampaikan masyarakat justru akan membuat sebagian besar masyarakat menjadi terlena dengan kebijakan subsidi yang besar," lanjutnya.
Menurut Ahmad, pemerintah perlu mengubah sistem mekanisme pemberian subsidi, sebab subsidi tetap diperlukan.
Pasalnya penyaluran subsidi itu sendiri, terutama BBM, selalu tidak tepat sasaran.
Subsidi tetap diperlukan dan harus tetap sasaran sehingga perlu dirubah mekanismenya menjadi 'berbasis orang'.
Kalaupun kenaikan harga sulit dielakkan, pemerintah menetapkan persentase kenaikan yang dapat disesuaikan dengan daya beli masyarakat, yakni kurang lebih 5 persen.
Baca juga: Eropa Beri Izin Perusahaan Energi Rusia Untuk Ekspor Gas Dengan Negara Ketiga
Sedangkan pemanfaatan winfall tax dari harga komoditas, seperti sawit, batubara, minyak dan sebagainya, digunakan untuk menambal lonjakan subsidi.
"Winfall tax untuk menambal lonjakan subsidi ini kan sifatnya sementara, harus disiapkan sebagaimana winfall tax tidak terjadi di tahun depan, maksimal 3 persen," ujarnya.