Anggota Komisi XI DPR: TPID Harus Bergotong-royong 'Perang' Tekan Inflasi
Anggota DPR Komisi XI, Andreas Eddy Susetyo mengatakan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah harus melakukan terobosan berbasis gerakan gotong-royong
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Muhammad Zulfikar
Perlambatan ekonomi
Semua itu dilakukan karena adanya fakta di depan mata bahwa tantangan perekonomian akan datang kepada ekspektasi kenaikan inflasi serta perlambatan ekonomi global, dampaknya berupa pelemahan nilai ekspor.
Inflasi di semester II 2022 akan meningkat karena adanya pass through dari produsen ke konsumen serta inflasi di sisi pangan.
Baca juga: Ekonom Ingatkan Pemerintah Waspada Laju Inflasi Dalam Negeri di Tengah Berbagai Tantangan Eksternal
Kemampuan untuk membaca indikator-indikator awal (leading indicators) akan supply dan demand bahan pangan tentu saja menjadi sangat krusial agar tidak terlambat dalam mencegah kenaikan inflasi.
Keberhasilan dalam mencegah kenaikan inflasi domestik dengan koordinasi antardaerah akan menghilangkan satu faktor penyebab inflasi, yaitu hambatan distribusi.
Fenomena inflasi di Indonesia saat ini dipicu oleh kenaikan harga kelompok pangan bergejolak (volatile food).
Data Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2022 mengalami inflasi 0,61 persen (month to month/mtm) sehingga inflasi tahunan menjadi 4,35 persen (yoy).
"Faktor pendorong inflasi adalah kelompok volatile food yang mengalami inflasi 2,51 persen (mtm) sehingga secara tahunan menjadi 10,07 persen. Namun, inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices) tercatat 0,27 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 0,48 persen," kata Andreas.
Tingginya inflasi komponen volatile food disebabkan gejolak harga komoditas hortikultura seperti cabai, bawang merah dan telur ayam ras. Selain itu juga tingginya curah hujan di sentra hortikultura dan peningkatan harga pakan ternak menjadi picu inflasi kelompok.