Hong Kong Masuk ke Jurang Resesi Untuk Kedua Kalinya Sejak Protes Massal Tahun 2019
Hong Kong kembali masuk ke dalam resesi untuk kedua kalinya sejak aksi protes besar-besaran pada tahun 2019.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Hong Kong kembali masuk ke dalam resesi untuk kedua kalinya sejak aksi protes besar-besaran pada tahun 2019.
Dilansir dari Aljazeera, Selasa (2/8/2022) masuknya Hong Kong ke dalam resesi untuk kali keduanya ini didorong oleh meningkatnya suku bunga, melemahnya perdagangan global dan penguncian ketat terkait Covid-19.
Badan Statistik Hong Kong mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kuartal kedua tahun ini berada di angka 1,4 persen, dari yang sebelumnya berada di angka 3,9 persen untuk kuartal pertama pada tahun yang sama.
Baca juga: Ancaman Resesi Buat Aktivitas Manufaktur di Eropa Berkontraksi
Penurunan itu membalikkan pemulihan tahun lalu ketika ekonomi Hong Kong mengalami pertumbuhan tahunan 6,3 persen setelah sempat melambat pada tahun 2019 dan 2020 akibat dari aksi protes pro-demokrasi yang juga diperparah oleh pandemi Covid-19.
Sementara itu, Pemerintah Hong Kong mengatakan perbaikan ekonomi berpotensi lebih kecil dari yang diharapkan akibat dari kinerja yang lemah di sektor perdagangan eksternal.
Statistik resmi yang dirilis bulan lalu menunjukkan nilai total ekspor barang pada triwulan II mengalami penurunan sebesar 4,2 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Untuk paruh pertama tahun 2022, tercatat defisit perdagangan sebesar 206,1 miliar dolar AS, setara dengan 8,2 persen dari nilai impor barang.
Baca juga: Terancam Resesi, Berikut Industri Yang Tahan Banting Menghadapi Gelombang PHK di Negeri Paman Sam
"Permintaan global yang melemah dan gangguan yang terus berlanjut pada arus kargo akan semakin membebani Hong Kong.” kata Pemerintah Hong Kong.
Di sisi lain, pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral utama di seluruh dunia diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan ekonomi global secara signifikan, sementara perjalanan bebas karantina antara Hong Kong dan China daratan belum memiliki kejelasan di bawah kepatuhan ketat Beijing terhadap kebijakan nol Covid-19.
Baca juga: Harga Emas Kembali Memantul di Tengah Ancaman Resesi dan Pelemahan Dolar AS
Kepala eksekutif baru Hong Kong, John Lee mengatakan pemerintahnya akan segera mengumumkan kebijakan terkait pemangkasan waktu karantina untuk pendatang dari luar negeri.
"Menghubungkan dengan dunia dan dengan daratan, kami akan melakukan keduanya dan keduanya tidak bertentangan," kata Lee.
“Saya mengerti bahwa salah satu daya saing Hong Kong terletak pada koneksi internasionalnya.” tambahnya.
Dalam mengikuti kebijakan nol Covid-19 China, Hong Kong sebagian besar telah terputus dari seluruh dunia selama lebih dari dua tahun.
Hong Kong termasuk ke dalam negara yang melakukan pembatasan Covid-19 paling ketat di dunia, termasuk karantina selama seminggu untuk pendatang dari luar dan larangan pertemuan kelompok dengan lebih dari empat orang.
Media lokal baru-baru ini melaporkan bahwa pemerintah Hong Kong sedang mempertimbangkan untuk melanjutkan perjalanan bebas karantina untuk pendatang dari luar negeri pada bulan November, ketika kota itu berharap untuk menghidupkan kembali citra internasionalnya dengan pertemuan puncak keuangan dan Rugby Sevens Hong Kong.