Kurangi Beban APBN, Anggota Komisi VII Dorong Pemerintah Berani Putuskan Kenaikan Harga BBM Subsidi
Rencana pengurangan kuota BBM subsidi dalam RAPBN menjadi sangat relevan dan mendesak dilakukan, karena subsidi itu akan sangat membebani APBN kita.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar Lamhot Sinaga menyoroti BBM subsidi masyarakat yang sudah sangat membebani anggaran pemerintah di angka Rp 502 triliun.
Dirinya memahami pemerintah dalam posisi sangat sulit antara mengalirkan anggaran subsidi atau membatasi penggunaan BBM subsidi.
“Tujuannya sama-sama untuk mengurangi beban APBN dan setiap pilihan ada risikonya," kata Lamhot di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Baca juga: Kuota Segera Habis, Ekonom: Penyaluran BBM Subsidi Tepat Sasaran Wajib Dilakukan
Lamhot menggambarkan postur anggaran pemerintah dalam menanggung subsidi BBM.
Menurut dia setiap kenaikan harga ICP (Indonesian Crude Price) 1 dolar AS per barel berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp. 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp2,65 triliun.
Saat ini asumsi harga minyak dunia sebesar 63 dolar AS per barel berubah menjadi 100 dolar AS per barel.
Sementara kebutuhan BBM Pertalite meningkat 6 jt kilo liter dari yang telah dibahas dan disepakati antara Pemerintah dengan DPR yakni 23 jt kilo liter, demikian juga Solar sudah naik 2,5 jt kilo liter dari APBN yang berjumlah 14.9 jt kilo liter.
Baca juga: Ketua DPR Minta Pemerintah Segera Batasi Pembelian BBM Bersubsidi
“Kalau harga minyak diatas 100 dolar AS perbarel kemudian dengan asumsi rupiah kita Rp 14.500 per dolar, kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta, maka akan terjadi penambahan subsidi sampai Rp 600 triliun, angka yang sangat besar,” terang Lamhot.
Rencana pengurangan kuota BBM subsidi dalam RAPBN menjadi sangat relevan dan mendesak dilakukan, karena akan sangat membebani APBN kita.
“Jika subsidi terus bertambah hingga mencapai Rp 600 triliun sementara target pendapatan Rp 2.266,2 triliun artinya lebih dari 26 persen anggaran kita hanya untuk beli BBM,” katanya.
Namun bukan menghilangkan subsidi, karena pemerintah masih dibutuhkan kehadirannya, terutama masyarakat dengan ekonomi yang masih rendah.
Lamhot juga meminta pemerintah mempertimbangkan usulan Pertalite hanya untuk pengguna sepeda motor, solar hanya untuk kendaraan angkutan.
Baca juga: Pertamina Raih Dua Penghargaan Marketeers SME Enablers Award 2022
“Saya mengusulkan besar subsidi per liter BBM ditanggung pemerintah 75 persen nya saja, sisanya dengan penyesuaian harga BBM subsidi,” imbuh dia.
Pemerintah mensubsidi solar sebesar Rp 7.800 per liter menjadikan harga solar menjadi Rp 5.150 per liter, dengan penyesuaian besar subsidi harga solar memungkinkan menjadi Rp 7.100.
Subsidi pertalite dari pemerintah sebesar Rp 4.500 per liter dari harga yang diterima konsumen Rp 7.650 per liter, sehingga penyesuaian harga pertalite memungkinkan menjadi Rp 8.875.
Penyesuaian harga ini menurut Lamhot masih bisa diterima masyarakat penerima subsidi karena masih sangat terjangkau jika dibandingkan harga BBM non subsidi.
Baca juga: Kuota BBM Menipis, Stok Pertalite Cukup untuk Berapa Lama? Pertamina Diminta Lakukan Pengendalian
Kuota BBM Menipis
PT Pertamina (Persero) mencatat penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL).
Artinya, kuota BBM bersubsidi hingga akhir tahun ini hanya tersisa 6,2 juta KL dari kuota tahun ini yang ditetapkan sebesar 23 juta KL.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kuota BBM subsidi yang menipis terjadi akibat meningkatnya konsumsi masyarakat.
Berdasarkan APBN 2022, total subsidi yang diberikan pemerintah untuk Pertalite, solar, elpiji, dan listrik mencapai Rp 502 triliun.
Baca juga: Cegah APBN Jebol, Menkeu Sri Mulyani Minta Pertamina Kendalikan Konsumsi Pertalite dan Solar
Total anggaran subsidi sebesar Rp 502 triliun tersebut berdasarkan kuota Pertalite sebesar 23 juta kilo liter, sementara estimasi dari Menteri ESDM dan DPR kuotanya mencapai 28 juta kilo liter.
Maka dari itu, ia mendorong Pertamina untuk mengendalikan penyaluran BBM bersubsidi.
“Ini kan berarti akan ada tambahan di atas Rp 502 triliun yang sudah kita sampaikan," ucap wanita yang akrab disapa Ani tersebut