CIPS: Tingginya Harga Jagung Pengaruhi Kenaikan Harga Telur
Peneliti CIPS Azizah Fauzi menyampaikan, kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih membutuhkan impor karena pasokan domestik belum mencukupi
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Muhammad Zulfikar
"Pembebasan impor jagung memungkinkan produksi komoditas yang lebih efisien," tuturnya.
Indonesia, yang kurang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi jagung, dapat mengimpornya dengan harga lebih rendah. Hal ini akan menurunkan biaya produksi ayam sehingga menguntungkan tidak hanya pihak produsen ayam tetapi juga konsumen, terutama yang berpenghasilan rendah, dengan akses kepada ayam dan telur yang lebih murah.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Berharap Satu Bulan Lagi Harga Telur Turun
"Menghapuskan proteksi perdagangan untuk jagung juga memungkinkan Indonesia memodernisir industri ayam, menjadikannya lebih efisien dan mungkin mengembangkan keunggulan komparatifnya di masa depan," terang Azizah.
Jika kenaikan harga jagung tidak dapat teratasi segera, pemerintah dan masyarakat perlu waspada dengan kemungkinan terus meningkatnya harga telur dan komoditas seperti daging ayam dan daging sapi ke depannya.
"Adopsi benih jagung hibrida diharapkan mampu menjadi salah satu solusi peningkatan produktivitas jagung nasional," kata Azizah.
Statistik menunjukkan, produktivitas jagung menunjukkan tren yang meningkat dengan capaian 5,5 ton pipilan kering per hektar pada tahun yang sama.
Ketimpangan produktivitas jagung antar wilayah Jawa dan luar Jawa juga merupakan isu yang penting untuk diselesaikan dalam upaya meningkatkan produktivitas nasional. Produktivitas jagung di luar Jawa lebih rendah 13 persen dibanding di Jawa.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Ungkap Penyebab Melambungnya Harga Telur: Karena Pengusaha Lakukan Afkir Dini
"Oleh karena itu, peningkatan produktivitas lahan dan petani di luar Jawa, terutama di wilayah dengan produktivitas relatif rendah, harus menjadi fokus perhatian pemerintah," tandasnya.
Demi meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan jagung dan produk turunannya, pemerintah tidak cukup hanya memusatkan perhatian pada kuantitas produksi domestik.
Kebijakan yang terpadu dan multisektor dibutuhkan untuk meningkatkan intensifikasi melalui penggunaan benih hibrida, perbaikan logistik termasuk infrastruktur dan peralatan, mendorong investasi swasta dalam penyediaan fasilitas pengering, gudang dan silo.