Hingga Kini Nasib Harga BBM Subsidi Belum Ditentukan, Kabarnya Pertalite Rp10.000 dan Solar Rp7.200
Harga BBM jenis Pertalite diisukan akan naik menjadi Rp 10.000 per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah hingga saat ini belum memutuskan nasib harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite maupun Solar, akan tetap dipertahankan atau dinaikan.
Padahal, sebelumnya Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pekan kemarin.
Luhut mengungkapkan, harga BBM subsidi yang saat ini sudah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.
Baca juga: Ketua Banggar DPR Setuju Pengalihan Subsidi BBM agar Tepat Sasaran, Ini Alasannya
"Nanti mungkin minggu depan (pekan kemarin) Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," katanya dalam Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Jumat (19/8/2022).
Saat ini pun santer beredar isu, harga BBM jenis Pertalite akan naik menjadi Rp 10.000 per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter, dan Solar menjadi Rp 7.200 per liter dari sebelumnya Rp 5.150 per liter.
Menyikapi tersebut, pihak Pertamina tidak banyak komentar dan menyebut nasib kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan hak regulator yakni Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuangan.
“Belum ada arahan dari Pemerintah. Kebijakan harga BBM subsidi merupakan kewenangan dari regulator,” papar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting saat dihubungi Tribunnews, Senin (29/8/2022).
Tunda Kenaikan Harga
Partai Demokrat mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengumumkan penundaan kenaikan harga Pertalite dan solar.
Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat Sigit Raditya mengatakan, dari sejumlah aspirasi saat dirinya turun ke bawah, banyak masyarakat berharap pemerintah menunda sekaligus membatalkan kenaikan harga Pertalite dan Solar
“Saya sering turun ke masyarakat dan aspirasi masyarakat menilai kenaikan harga dua jenis bahan bakar bersubsidi tersebut, dikhawatirkan memicu lonjakan inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat,” ujar Sigit, Senin (29/8/2022).
Baca juga: Harga BBM Jenis Pertalite Diisukan Jadi Rp10.000 Per Liter, Ini Kata Anak Buah Erick Thohir
Sigit menganalisa jika harga Pertalite menjadi Rp10.000 per liter akan berkontribusi terhadap kenaikan inflasi sebesar 0,97 persen.
“Kenaikan ini bisa berdampak terhadap pemulihan ekonomi dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19,” ujar Sigit.
Selain itu sambung Sigit, ihwal rencana pemerintah mengalihkan subsidi BBM tersebut ke bantuan sosial (Bansos) dinilai tidak memberikan dampak signifikan.
“Rakyat butuh penundaan dan pembatalan, bukan skema pengganti subsidi BBM,” ucap Sigit.
Harga BBM Jauh dari Harga Keekonomian
Kementerian Keuangan menyatakan, kenaikan harga minyak dunia yang kini di kisaran 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barel dan rupiah di Rp 14.700 per dolar AS, membuat harga Pertalite dan Solar jauh di bawah keekonomian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, harga jual Solar oleh Pertamina dengan seizin pemerintah hanya Rp 5.150 per liter.
"Ini artinya harga solar jauh di bawah keekonomian hanya 37 persen dari harga keekonomian. Kalau menggunakan hitungan dolar AS di Rp 14.700 dan harga minyak 105 dolar AS, harusnya harga Solar Rp 13.950 per liter," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022).
Karena itu, pengguna dari Solar mendapatkan subsidi 63 persen dari harga keekonomian atau sebesar Rp 8.800 per liter.
Kemudian, Sri Mulyani menambahkan, untuk Pertalite juga sama yakni harga sekarang Rp 7.650 per liter, jauh di bawah keekonomian.
Baca juga: Dampak jika Harga BBM Naik: Disebut Bisa Picu Inflasi hingga Timbulkan Efek Domino Negatif
"Kalau hitungan minyak dunia 105 dolar AS dan kurs Rp 14.700 per dolar AS, maka harga Pertalite harusnya di Rp 14.450 per liter," katanya.
Menurut dia, artinya konsumen dari Pertalite sekarang ini mendapatkan subsidi dari pemerintah sebanyak Rp 6.800 per liter.
Butuh Dana Rp198 Triliun
Sri Mulyani mengatakan, Pemerintah membutuhkan tambahan anggaran Rp198 triliun jika tidak menaikkan harga BBM subsidi.
Kondisi itu akan semakin memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena harus menanggung bengkaknya anggaran subsidi BBM tersebut.
"Duitnya sudah disediakan Rp 502 triliun, tapi habis. Pertanyaannya 'ibu mau nambah (anggaran subsidi BBM) atau enggak?' Kalau nambah dari mana anggarannya? Suruh ngutang?," kata Sri Mulyani.
Ia juga menjelaskan, saat ini alokasi untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi pada 2022 dipatok sebesar Rp502,4 triliun.
Nilai itu sudah membengkak dari anggaran semula yang hanya sebesar Rp152,1 triliun.
Penambahan itu dilakukan untuk menahan kenaikan harga energi di masyarakat imbas lonjakan harga komoditas global.
Namun, kini tren harga minyak mentah masih terus menunjukkan kenaikan, apalagi kurs rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS.
Di sisi lain, konsumsi Pertalite dan Solar juga diperkirakan melebihi kuota yang ditetapkan.