Tekan Inflasi Akibat Kenaikan Harga BBM, BI Bakal Kerek Suku Bunga Acuan Hingga 100 Bps
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, BI telah menaikkan suku bunga acuan pada Agustus lalu dan diperkirakan segera melakukan kembali
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar bersubsidi, dan Pertamax pada Sabtu (3/9/2022) dipastikan akan memicu kenaikan harga barang-barang lainnya.
Kenaikan harga ini dikhawatirkan bakal menyebabkan inflasi melonjak yang cukup tinggi.
Untuk menekan inflasi tersebut, Bank Indonesia (BI) diperkirakan bakalan melakukan langkah seperti negara-negara lainnya yaitu mengerek suku bunga acuan.
Baca juga: Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 3,75 Persen, Ini Sejumlah Dampaknya Kata Analis
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, BI telah menaikkan suku bunga acuan pada Agustus lalu dan diperkirakan segera melakukan kembali di sisa tahun ini.
Bahkan menurutnya, kenaikan suku bunga acuan yang kemungkinan akan didongkrak lebih besar.
Bulan lalu BI manaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen.
“Inflasi umum dan inflasi inti akan melampaui batas atas perkiraan Bank Indonesia (BI). Sehingga ini akan mendorong BI untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar maksimal 100 basis poin (bps) ke 4,75 persen pada sisa tahun 2022,” jelas Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (4/9).
Padahal sebelumnya, Faisal memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan 50 bps saja ke 4,25 persen hingga akhir tahun 2022.
Menurut perkiraan Faisal, inflasi umum pada tahun 2022 akan berada di kisaran 6,27 persen yoy. Ia pun menjabarkan hitungannya.
Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, atau ada peningkatan sebesar 30,72%.
Sedangkan harga Pertamax naik 16,00%, dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Baca juga: Laju Rupiah Pagi Ini Melemah Usai Bank Indonesia Umumkan Kenaikan Suku Bunga Acuan Kemarin
Nah, peningkatan harga kedua jenis BBM ini akan memberi tambahan inflasi sebesar 1,35% poin.
Sementara itu, kenaikan harga Solar tercatat sebesar 32,04%, atau dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Peningkatan harga Solar ini berkontribusi sebesar 0,17% poin terhadap tingkat inflasi.
Hitungan tersebut sudah menghitung dampak pada putaran pertama (first round impact) maupun dampak lanjutan pada inflasi lainnya (second round impact), seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan harga barang dan jasa lainnya.
Sehubungan dengan dampak second round dimpact, inflasi inti diperkirakan akan berada di kisaran 4,35% yoy pada akhir tahun 2022, atau juga melampaui batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4% yoy.
Lebih lanjut, dengan menimbang hanya tersisa empat bulan berjalan di sisa tahun 2022, maka bisa saja dampak ini masih akan berlanjut pada tahun 2023, terutama pada paruh pertama.
Hal ini disebabkan adanya kondisi harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga.
Dengan demikian, ia memperkirakan inflasi umum pada tahun 2023 akan berada di kisaran 3,5% YoY hingga 4,00% YoY.
Kenaikan inflasi yang berlanjut ini juga membuka peluang bagi BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal tahun depan. (Bidara Pink)