Permentan 01/2018 Dinilai Tak Perlu Direvisi, Masih Dapat Lindungi TBS Petani
Permentan ini sebagai upaya melindungi pekebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit (PKS).
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun, dinilai dapat melindungi harga tandan buah segar (TBS) petani.
“Kami selama ini nyaman dengan adanya Permentan 01/2018 ini,” kata Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Setiyono dalam keterangannya, yang dikutip dari Kontan, Selasa (6/9/2022).
Meski dinilai sebagian pihak minta Permentan tersebut perlu direvisi, Setiyono menyebut, kalaupun Permentan itu direvisi maka tidak akan bisa mengakomodir petani swadaya.
Baca juga: Menteri Perdagangan Janji Dua Pekan Lagi Harga TBS di Atas 2 Ribu Per Kilogram
Sebab Permentan tersebut, kata Setiyono, mengatur soal kemitraan antara petani dengan perusahaan dan jika petani swadaya ingin diakomodir dalam Permentan 01/2018, mereka harus bermitra dan membentuk lembaga terlebih dahulu.
“Yang bisa masuk dalam Permentan 01/2018 itu kan harus bermitra dan berlembaga. Kalau tidak bermitra dan berlembaga, bagaimana caranya menetapkan harganya?. Tapi kalau petani swadaya tidak mau bermitra ya (pemerintah) harus bikin aturan tersendiri,” kata Setiyono.
Namun kalau Permentan No 01/2018 ini akan direvisi, harus ditelaah sebaik mungkin.
“Jangan sampai menyelesaikan satu masalah, tapi menimbulkan masalah lain. Permentan 01/2018 itu semangatnya memang kemitraan, bukan untuk (petani) swadaya,” katanya.
Pengamat industri sawit Ponten Naibaho menyebut Permentan ini sebagai upaya melindungi pekebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit (PKS).
Pekebun kelapa sawit sebagai jaminan pembelian TBSnya, sedangkan bagi PKS sebagai jaminan pasokan bahan baku sebagai kelangsungan industrinya.
“Jelas penetapan harga dalam permentan ini berlaku untuk semua pekebun tanpa pengecualian. Jadi tidak ada diskriminasi,” kata Ponten.
Menurut sebagian petani kelapa sawit hal yang menjadi polemik dalam Permentan ada dalam Pasal 4 ayat (1).
Isinya berbunyi bahwa Perusahaan Perkebunan membeli TBS produksi Pekebun mitra melalui Kelembagaan Pekebun untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama secara tertulis yang diketahui oleh bupati/walikota atau gubernur sesuai dengan kewenangan. Pasal tersebut dianggap menjadi kendala di lapangan.
Ponten menuturkan, pemahaman pekebun mitra dalam pasal dimaksud, dimaknai sebagai pekebun yang melakukan kemitraan, kesepakatan atau perjanjian kerjasama tertulis dengan PKS.
“Bukan hanya pekebun plasma yang TBS-nya bisa dibeli PKS, pekebun swadaya juga bisa, sepanjang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) atau kelembagaan pekebun, tentu dengan ikatan perjanjian kerjasama tertulis yang diketahui oleh bupati/wali kota atau gubernur sesuai kewenangan,” ungkap Ponten.
Ponten menekankan, perlu adanya pemahaman dan penafsiran yang sama terhadap pemaknaan norma-norma yang berlaku di Permentan 01 tahun 2018 ini.
Baca juga: Antisipasi Harga TBS Anjlok, Menteri Teten Dorong Petani Sawit Bisa Mengolah dan Jual Minyak Sendiri
Permentan ini menjelaskan definisi pekebun secara umum, tidak ada diskriminasi terhadap pekebun swadaya, sepanjang TBS pekebun swadaya memenuhi kriteria dalam permentan. Sehingga, kata dia, sebenarnya tidak perlu merevisi Permentan tersebut.
Ponten menegaskan, Permentan 01 tahun 2018 telah memenuhi kaidah hukum keperdataan mengenai jual-beli. Jual beli merupakan hubungan perdata, salah satunya harus ada kesepakatan dan tidak bisa juga dipaksakan kalau tidak ada perjanjiannya.
Permentan 01 Tahun 2018 pada prinsipnya untuk mengatur tata niaga TBS pekebun sawit dengan perjanjian bahwa TBS sebagai komoditas harus memenuhi persyaratan bahan baku PKS.
Jika TBS yang diterima tidak sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian maka PKS berhak menolak.