Litbang Kompas: 59,7 Persen Responden Nilai Subsidi BBM Tidak Tepat Sasaran
Tercatat, 59,7 responden menyatakan subsidi harga BBM tidak tepat sasaran dan 9,7 persen menyatakan sangat tidak tepat sasaran.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei Litbang Kompas pada 6-9 September 2022, memperlihatkan mayoritas responden menilai subsidi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) selama ini tidak tepat sasaran.
Tercatat, 59,7 responden menyatakan subsidi harga BBM tidak tepat sasaran dan 9,7 persen menyatakan sangat tidak tepat sasaran.
Dalam survei yang melibatkan 504 responden dari 34 provinsi di Tanah Air dengan metode wawancara, hanya 25,2 persen responden yang menyatakan tepat sasaran dan 1,2 persen responden yang merasa sangat tepat sasaran, dan 4,2 persen responden menyatakan tidak tahu.
Baca juga: Penyesuaian Harga BBM Jadi Momentum Perbaikan Struktur Pemberian Subsidi
Di sisi lain para responden ingin sejumlah subsidi BBM yang dikurangi pemerintah bisa dipakai untuk tiga program lainnya.
Sebanyak 45,8 persen responden ingin anggaran subsidi BBM sebelumnya dialihkan untuk memberi bantuan kepada masyarakat melalui bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan sosial (bansos).
“Sebanyak 27,3 persen responden ingin digunakan untuk membangun infrastruktur transportasi umum,” tulis survei Litbang Kompas dikutip dari Kompas.com, Senin (12/9/2022).
Selanjutnya, 18,9 persen responden ingin anggaran subsidi BBM dapat dipakai untuk membangun fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit.
Adapun sampel dalam survei ini ditentukan secara acak dari panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Menggunakan metode tersebut, tingkat kepercayaan survei mencapai 95 persen dan margin of error lebih kurang 4,37 persen.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar.
Pengumuman kenaikan BBM subsidi disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang satu meja dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, yang disiarkan dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022) siang.
Tampak hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, yang juga duduk dalam satu meja dengan Jokowi.
Kini harga BBM subsidi mulai hari ini pukul 14.30, jenis Pertalite dari Rp7650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter.
Kemudian, Solar menjadi menjadi Rp6.800 per liter dari sebelumnya seharga Rp5.150 per liter.
Tak Ganggu Pertumbuhan Ekonomi
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyakini kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.
Kemenkeu optimis pertumbuhan ekonomi akan berada pada kisaran target 5,1 persen hingga 5,4 persen.
Baca juga: KSPSI Bawa Keranda saat Demo Tolak Kenaikan BBM: Itu Bentuk Penderitaan
“Saya mau bilang kalau pertumbuhan ekonomi tidak akan terpengaruh, kalaupun harganya naik, karena kegiatan ekonomi ini lagi maju banget. Makanya orang tetap melakukan kegiatan ekonominya kita berdoa supaya nggak terlalu signifikan,” tutur Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat menjadi Pembicara pada Kuliah Tamu Pengantar Ekonomi 1 FEB UI, yang dikutip dari Kontan, Senin (12/9/2022).
Ia menyebut, dampak kenaikan harga BBM yang menjadi perhatian pemerintah yaitu terkait angka kemiskinan, sebab kenaikan harga BBM bakal berpengaruh ke harga barang.
jika harga barang naik, maka akan berdampak pada dua hal. Yakni, daya beli masyarakat akan menurun, dan jika harga barang naik, maka garis kemiskinan akan juga naik.
Baca juga: Kenaikan Harga BBM Momentum Pacu Target Bauran Energi Nasional
Akan tetapi, ketika harga BBM naik, pemerintah langsung menggelontorkan dana bantuan sosial tambahan Rp 24,17 triliun untuk melindungi 40% masyarakat miskin.
Ia menyebut, anggaran yang telah dikeluarkan akan tiga kali lipat menanggung kenaikan harga BBM yang masyarakat miskin tersebut rasakan.
Sehingga, estimasi Pemerintah kemiskinan akan turun hingga 0,3%, walaupun harga BBM naik.
“Kenapa bisa gitu? karena kita bisa berikan bantalan sosialnya tadi. Bantalan sosial yang bisa meningkatkan daya beli,” jelasnya.