Ingat! Mengimpor Minyak Dari Rusia Risikonya Besar, Pemerintah Mau Menanggung Akibatnya?
Sebagai gantinya, Vladimir Putin mengalihkan pasar migasnya ke negara-negara Asia dengan harga yang jauh lebih murah.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pasca invasi Rusia ke Ukraina, negara-negara Uni Eropa mulai kehilangan pasokan migas dari Rusia dan saat ini negeri Beruang Merah tersebut telah menghentikan saluran minyaknya ke daratan Eropa.
Sebagai gantinya, Vladimir Putin mengalihkan pasar migasnya ke negara-negara Asia dengan harga yang jauh lebih murah.
Karenanya, Indonesia saat ini pun mempertimbangkan untuk mengimpor minyak Rusia, mengingat harga minyak dunia sedang mahal dan Indonesia juga butuh pasokan lebih banyak.
Sebelumnya, China dan India sudah lebih dulu membeli minyak mentah Rusia dengan harga diskon tersebut.
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyebutkan ada banyak dampak negatif jika pemerintah ngotot beli minyak Rusia.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Turun, Dibayangi Ketegangan Pasar Akibat Lockdown China
Mulai dari, Indonesia akan dituduh membiayai perang Rusia, hingga besarnya biaya risiko yang timbul.
“Kan baru mempertimbangkan, belum memutuskan, kalau diputuskan, berarti ini adalah keputusan yang bodoh. Karena, diluar itu ada beberapa biaya yang nantinya akan terjadi, seperti biaya angkut, risiko, hingga tuduhan membiayai perang Rusia,” kata Fahmi kepada Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan untuk membeli minyak mentah asal Rusia.
Pertimbangan ini diambil karena Moskow menawarkan diskon besar-besaran, dimana harganya jauh lebih murah dibandingkan harga di pasar minyak international.
"Semua opsi selalu kami pantau. Kalau ada negara dan mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja. Ada kewajiban bagi pemerintah untuk mencari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan energi rakyatnya," kata Presiden Joko Widodo kepada Financial Times, Senin (12/9/2022).
Fahmi merinci, biaya yang dibebankan tersebut mencakup biaya angkut yang lebih mahal karena lokasinya yang lebih jauh.
Kemudian, ada risiko akan dihadang oleh aktifis Greenpeace, seperti yang sempat terjadi pada April 2022 lalu, dimana sejumlah aktivis Greenpeace menghadang kapal tanker Pertamina International Shipping bernama Pertamina Prime.
“Biaya-biaya risiko seperti ini, merupakan risikonya.
Belum lagi, diplomatic cost dimana AS yang munkin saja akan melarang ekspor komoditasnya ke Indonesia, yang juga akan mendorong kerugian negara.
Baca juga: Update Harga Minyak Goreng Terbaru, Sabtu 10 September 2022: SunCo, Sania, hingga Fortune