Bos Google Beri Sinyal Lakukan PHK Seiring Penurunan Pendapatan di Sektor Iklan Digital
Google berusaha berjalan lebih efisien di tengah ketidakpastian ekonomi dan penurunan pendapatan dari sektor iklan digital.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA - CEO Google Sundar Pichai mengisyaratkan kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagai strategi efisiensi perusahaan setelah bertahun-tahun dengan cepat merekrut banyak pekerja.
Saat menghadiri The Code Conference 2022 di Los Angeles, Pichai berbicara mengenai bagaimana ia berpikir membuat perusahaannya berjalan lebih efisien di tengah ketidakpastian ekonomi dan penurunan pendapatan dari sektor iklan digital.
“Kinerja makro ekonomi berkorelasi dengan belanja iklan, belanja konsumen, dan sebagainya. Di semua hal yang kami lakukan, kami bisa lebih lambat dalam mengambil keputusan. Anda melihatnya dari ujung ke ujung dan mencari cara untuk membuat perusahaan 20 persen lebih produktif," kata CEO Google ini, yang dikutip dari Live Mint.
Baca juga: Regulator AS Bersiap Tuntut Google Terkait Kasus Monopoli Iklan Digital
Berbicara mengenai perekrutan karyawan Google dalam lima tahun terakhir, menurut laporan Tren Makro menunjukkan, pekerja penuh waktu atau full time di Google telah melonjak dari 100.000 orang menjadi lebih dari 150.000 orang.
Namun, ini bukan pertama kalinya berita PHK di Google datang. Sebelumnya pada bulan Juli, Google dilaporkan telah memperingatkan karyawannya untuk meningkatkan kinerja atau bersiap keluar dari perusahaan, karena "akan ada darah di jalanan", jika pendapatan kuartalan berikutnya di tahun ini berjalan kurang baik.
Sementara pada Agustus 2022, Sundar Pichai mengatakan meski jumlah Googlers, sebutan karyawan Google, bertambah 10.000 orang pada kuartal kedua tahun ini, namun laju perekrutan karyawan untuk sisa tahun ini akan diperlambat.
Dalam konferensi tersebut, Pichai juga membela perusahaannya dari tuduhan yang menyebut Google terlibat praktik anti persaingan (anti-competitive practices).
CEO Google ini mengatakan raksasa teknologi tersebut merupakan perusahaan yang "pro-kompetitif".
Pichai juga menyebut Apple Inc dan Microsoft Corp sebagai pesaing dalam bisnis periklanan digital, serta TikTok sebagai pesaing di layanan platform video, menurut laporan Bloomberg.
Dia juga mengungkapkan YouTube Shorts, yang diklaim sebagai saingan TikTok, akan memulai "awal yang baik".
Pada 2020, Departemen Kehakiman AS (DOJ) menggugat Google dengan tuduhan telah mendominasi sektor mesin pencari (search engine) dan telah melanggar undang-undang anti monopoli.
Google merupakan mesin pencari paling populer dan memiliki persaingan terbatas dalam bisnis tersebut, dengan Microsoft Bing dan Yahoo Search yang menjadi saingannya.
DOJ juga bersiap menuntut Google atas klaim bahwa perusahaan itu secara ilegal mendominasi pasar periklanan digital, menurut sumber yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Bloomberg pada Agustus lalu.
Baca juga: Gelombang PHK Muncul Kembali di Perusahaan Teknologi, Mulai dari JD.ID, LinkAja dan Kini Shopee
"Apakah saya bangun dan khawatir tentang semua hal yang turun? Tentu saja. Namun, panduan saya kepada tim kami adalah untuk menghormati dan terlibat seperti yang kami miliki di Eropa dan terlibat secara konstruktif melalui proses," ujar Pichai.
Selain itu, Pichai juga mengatakan Google akan terus mengejar akuisisi yang masuk akal bagi perusahaan.
Mengutip pembelian perusahaan teknologi kesehatan Fitbit oleh Google, ia mencatat teknologi yang diperoleh dalam akuisisi itu akan memberi daya pada Pixel Watch Google yang akan datang.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan teknologi di tahun ini telah memangkas pekerjanya untuk menghadapi gejolak ekonomi.
Salah satunya perusahaan e-commerce Shopee Indonesia yang melakukan PHK atas sejumlah karyawannya pada Senin (19/9/2022), sebagai strategi efisiensi perusahaan di tengah persaingan bisnis e-commerce yang ketat.
Shopee Indonesia menyatakan keputusan tersebut merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh perusahaan, setelah manajemen melakukan penyesuaian melalui beberapa perubahan kebijakan bisnis.