Pemerintah Akan Jalankan Rencana Larangan Ekspor Timah untuk Ciptakan Nilai Tambah
Pengalaman sebelumnya ketika pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor komoditas lainnya, industri hilir pun akan menyesuaikan.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian ESDM memastikan akan menjalankan rencana larangan ekspor timah pada tahun ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, kebijakan larangan ekspor harus segera dilakukan pemerintah.
Adapun, larangan ekspor ini akan menyasar produk turunan ingot.
"Harus segera. Turunan ingot, masih ada turunannya lagi kan," kata Arifin ditemui di Kementerian ESDM, dikutip dari Kontan, Jumat (23/9/2022).
Baca juga: Pemerintah Masih Membahas RKAB Tata Kelola Timah
Menurutnya, dalam pengalaman sebelumnya ketika pemerintah memutuskan untuk menghentikan ekspor komoditas lainnya, industri hilir pun akan menyesuaikan.
Sehingga hiliriasi timah harus didorong untuk memberikan nilai tambah dan ini juga bakal berdampak pada pendapatan negara.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) sekaligus Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jabin Sufianto memastikan pelaku usaha siap mengikuti rencana pemerintah.
Jabin menjelaskan, Kadin bersama Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah melakukan forum group discussion (FGD).
Pasca pertemuan tersebut, telah disepakati pembentukan Gugus Tugas Hilirisasi Timah. Jabin memastikan, pihaknya ingin agar dilakukan studi kolaboratif dengan pemerintah untuk memberikan masukan yang tepat.
"Dan untuk membuat peta jalan yang realistik dan tidak memberatkan pengusaha akan tetapi bisa memaksimalkan nilai tambahan untuk negara," kata Jabin kepada Kontan, Jumat (23/9).
Jabin menjelaskan, saat ini industri dalam negeri belum siap untuk menyerap produk timah murni batangan. Serapan pasar domestik baru mencapai 5 persen dari total produksi timah murni batangan. Menurutnya, timah bukan merupakan bahan dasar atau bahan utama untuk produk elektronik atau produk hilir lainnya.
"Jadi kalau volume timah murni batangan Indonesia yang di volume 70 ribu metrik ton per tahun, hilirnya itu bisa mencapai ratusan ribu metrik ton bentuk lainnya," kata Jabin.
Dengan kondisi itu, menurutnya akan sulit menyerap produksi yang ada.
Selain itu, dalam FGD yang telah dilakukan, hilirisasi timah membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun. Proses ini bisa dipercepat asalkan ada pemberian insentif yang cukup banyak dari pemerintah.
Kendati demikian, pembangunan pabrik timah pun juga bakal memakan waktu untuk bisa beroperasi. (Filemon Agung/Kontan)