Khawatir Impor Pangan Bakal Merugikan Petani, SPI Tolak Omnibus Law
Undang-undang impor pangan di dalam Omnibus Law dianggap merugikan banyak petani Indonesia dan membuat masa depan mereka babak belur.
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-undang impor pangan di dalam Omnibus Law dianggap merugikan banyak petani Indonesia dan membuat masa depan mereka babak belur.
Karena itu, Serikat Petani Indonesia (SPI) secara tegas menolak Omnibus Law.
Hal itu disampaikan Sekertaris Jenderal SPI, Agus Ruli Ardiansyah, saat aksi peringatan Hari Tani. Aksi dilakukan di kawasan Patung Kuda Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (24/9/2022).
Ruli mengatakan, "Dalam UU pangan tertulis, impor hanya boleh dilakukan ketika cadangan ketersediaan pangan di dalam negeri tidak mencukupi."
Dalam Omnibus Law konsep tersebut tidak lagi digunakan, bahkan seakan-akan malah menjadi brutal.
Sebagai informasi, dalam UU 19/2013, pemerintah diwajibkan mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Baca juga: PKS Pertanyakan Ketegasan Presiden Jokowi Hentikan Impor Pangan
Namun, di UU Cipta Kerja, pasal tersebut diubah menjadi "Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib meningkatkan produksi pertanian.".
Baca juga: Ekonom INDEF: Impor Pangan Makin Parah Sejak Krisis 1998
Kemudian, hal tersebut menjadi kekhawatiran bagi para petani. Sebab, pangan impor berpotensi menggusur hasil panen dan menekan kesejahteraan petani.
"Impor akan membesar dan itu akan merugikan kaum tani," ujar Ruli. (Ibriza)
Serikat Petani Indonesia (SPI) gelar aksi peringatan Hari Tani, di kawasan Patung Kuda Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (24/9/2022).