Omnbudsman RI Ingatkan Potensi Maladministrasi Pasca Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Setelah menaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar Pemerintah semestinya menerbitkan regulasi pembatasan distribusi BBM bersubsidi
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Choirul Arifin
![Omnbudsman RI Ingatkan Potensi Maladministrasi Pasca Kenaikan Harga BBM Bersubsidi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/anggota-ombudsman-ri-hery-susanto_.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI mengingatkan adanya potensi maladministrasi setelah melakukan kajian cepat atas kondisi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar.
Serta belum direvisinya Perpres No 191/2014 Tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menyebutkan beberapa regulasi perundangan yang mengatur subsidi energi yaitu Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi yang mengamanatkan penyediaan dana subsidi energi, hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
Lalu, Pasal 3 huruf f mengamanatkan bahwa pengelolaan energi ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi, guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Selain itu dalam UU No 22 Tahun 2001 Tentang Migas Pasal 28 ayat (3) menyatakan bahwa dalam menentukan dan menetapkan harga BBM, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu.
Menurut Hery, UU Energi dan UU Migas dapat menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk bisa membatasi subsidi BBM, pemerintah sudah seharusnya melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat ke atas jenis non-angkutan umum.
Baca juga: Pemerintah Belum Kunjung Tambah Kuota BBM Bersubsidi, Alokasi di Pertamina Habis Oktober Ini
“Konsumen atau pengguna merupakan masyarakat yang menurut undang-undang berhak dan layak menerima serta menikmati subsidi energi yang disediakan oleh pemerintah. Sudah saatnya, pemerintah memastikan kemudahan akses bagi kelompok miskin dalam mengakses subsidi energi,” kata Hery di acara diskusi bertajuk 'Implementasi MyPertamina dalam Penentuan Kuota dan Distribusi BBM Bersubsidi' di Tangerang, Kamis (29/9/2022).
Berdasarkan regulasi tersebut, Hery menyebutkan beberapa potensi maladministrasi yang terjadi.
Baca juga: Anggota Komite BPH Migas Usulkan Sistem Distribusi Tertutup untuk Salurkan BBM Bersubsidi
Pertama adanya pengabaian kewajiban hukum dengan pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran atau memberikan kepada masyarakat yang mampu bertentangan dengan UU Energi, UU Migas serta ketentuan peraturan perundangan lainnya. Kedua, pemerintah tidak kompeten dalam mengidentifikasi masyarakat yang tidak mampu yang berhak mendapatkan subsidi energi.
Ketiga, risiko kelalaian, dimana pemerintah lalai, tidak segera menetapkan peraturan mengenai ketentuan kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
Baca juga: Pengamat Ekonomi Sebut Pembatasan BBM Bersubsidi Harus Dilakukan Untuk Selamatkan APBN
“Dampak terhadap subsidi tidak tepat saran akan mengurangi akses masyarakat tidak mampu terhadap ketersediaan dan keterjangkauan energi, padahal tujuan dari subsidi energi adalah untuk menjamin kehidupan masyarakat tidak mampu atas energi. Jangan sampai subsidi BBM yang berasal dari APBN diberikan tidak tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat mampu,” tegas Hery.
Ombudsman RI juga memberikan saran untuk dapat memasukkan kriteria sepeda motor dan kendaraan angkutan umum saja yang dapat menggunakan BBM bersubsidi jenis pertalite ke dalam revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Sedangkan BBM bersubsidi jenis solar sudah diatur dalam Perpres tersebut namun perlu diperjelas dan perkuat pengawasannya dengan sanksi hukum yang lebih kuat lagi. Sebab sanksi hukumnya masih sebatas tindak pidana ringan.
Hery menjelaskan berdasarkan jumlah unit kendaraan yang bersumber dari laman korlantas.polri.go.id, jumlah sepeda motor jauh lebih banyak dibanding mobil pribadi atau mobil penumpang yaitu 80,46 persen dan 15,64 persen.
Namun kendaraan angkutan umum masih menjadi alat transportasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Sementara konsumsi BBM bersubsidi secara volume memang dominan dinikmati oleh jenis mobil pribadi atau mobil penumpang.
“Setelah menaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar Pemerintah semestinya menerbitkan regulasi pembatasan distribusi BBM bersubsidi jenis Pertalite melalui Revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak,” jelas Hery.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.