Resesi Global Hambat Pemulihan Ekonomi Indonesia, Para Pemimpin Negara Sedang Bertarung
Di tengah krisis multidimensi dengan posisi negara yang sangat terfragmentasi saat ini, G20 harus tetap memiliki peran yang kuat dan tidak boleh redup
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemulihan ekonomi Indonesia usai diterjang pandemi Covid-19 pada awal 2020, menjadi terhambat seiring munculnya ancaman resesi ekonomi global akibat perang Rusia-Ukraina.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dunia saat ini telah berubah dengan cepat dan bisa disebut sebagai perfect storm, yaitu krisis multidimensi yang cepat.
"Seperti, tantangan keamanan, ekonomi, dan lingkungan ini telah menunda upaya kita untuk mempercepat pemulihan," kata Airlangga yang ditulis Kamis (6/10/2022).
Menurutnya, multilateral platform seperti G20, PBB, WTO, harus tetap relevan dengan situasi saat ini dan memastikan stabilitas internasional.
Baca juga: Ekonomi Global Terancam Resesi, Bahlil Serukan Waspada, DPR Ingatkan Angka Kemiskinan Dapat Melonjak
Forum G20 sendiri merupakan forum yang terbentuk dari krisis ekonomi tahun 1998 dan saat ini mewakili 85 persen PDB global dan 75 persen perdagangan dunia.
Di tengah krisis multidimensi dengan posisi negara yang sangat terfragmentasi saat ini, G20 harus tetap memiliki peran yang kuat dan tidak boleh redup.
“Sebagian besar konteks dalam concrete deliverables yang dibahas pada pertemuan-pertemuan working group dan engagement group telah disepakati,” pungkas Airlangga.
Pimpinan Negara Bertarung
Indonesia dinilai untuk berhati-hati dalam menyikapi kondisi perekonomian global yang tidak stabil seperti saat ini.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini patut disyukuri, karena mampu mengantarkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya.
"Dunia sedang menyaksikan pertarungan leadership dari masing-masing negara. Karena isunya cuma dua, yaitu pengendalian Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Semua kepala negara sedang memikirkan bagaimana menyelesaikan pandemi Covid-19 dan pulih pasca-pandemi," ujar Bahlil yang dikutip dari Kompas.com.
Bahlil memberikan gambaran besar mengenai ekonomi global dikaitkan dengan ekonomi nasional yang berujung pada strategi pemerintah dalam mendorong penciptaan nilai tambah melalui hilirisasi industri.
Indonesia, kata dia, telah melakukan perubahan struktural pondasi ekonomi yang sebelumnya mengekspor bahan mentah menjadi ekspor barang jadi dengan adanya penciptaan nilai tambah.
Baca juga: Tak Bisa Sendirian, Airlangga Hartarto Tegaskan Penanganan Krisis Global Harus Bergotong-royong
“Saya mau hilirisasi ini terjadi tetapi juga berdampak pada kearifan lokal. Setiap investor yang melakukan hilirisasi wajib hukumnya berkolaborasi dengan pengusaha daerah. Kita dorong kawasan pertumbuhan ekonomi baru, peluang menjadi pengusaha lebih lebar," ujarnya.
Parlemen Dunia Diajak Atasi Gejolak Ekonomi Global
Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak parlemen-parlemen dunia, khususnya negara-negara G20, untuk bersama-sama mengatasi gejolak ekonomi global.
Puan menilai, dibutuhkan upaya multilateralisme dalam mengantisipasi resesi ekonomi yang tengah mengancam dunia.
Hal tersebut disampaikan Puan dalam Pertemuan Parliamentary Forum in the Context of the G20 Parliamentary Speakers’ Summit (P20) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Pertemuan dihadiri oleh Presiden Inter-Parliamentary Union (IPU) Duarte Pacheco dan para Pimpinan Parlemen Negara G20, termasuk Speaker of The House of Commons Inggris, Sir Lindsay Harvey Hoyle.
“Sebagai tuan rumah pelaksanaan P20 tahun ini, DPR RI berkomitmen penuh untuk mensukseskan kontribusi parlemen dalam menyelesaikan berbagai krisis global, termasuk upaya pemulihan pandemi Covid-19 yang inklusif dan berkelanjutan,” kata Puan.
“Indonesia, dengan semangat gotong royongnya siap, mau dan mampu untuk berkolaborasi dengan dunia global dalam membangun dunia bersama. Dunia yang lebih baik, dunia yang sejahtera, tenteram dan indah,” imbuhnya.
Puan menambahkan, saat ini dunia sedang melakukan berbagai upaya pemulihan sosial dan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19.
Kondisi tersebut menempatkan situasi perekonomian domestik membutuhkan respons kebijakan fiskal dan moneter yang dapat mengantisipasi agar pemulihan sosial dan ekonomi dapat terus berlanjut dan menjaga agar kualitas kesejahteraan rakyat tidak menurun.
Baca juga: Daftar Negara yang Terancam Resesi 2023, Ada Amerika Serikat hingga Rusia
“Kita juga masih memiliki sejumlah agenda global dalam menuntaskan pembangunan berkelanjutan, yaitu antara lain hal-hal yang berkaitan dangan climate change, lingkungan hidup, ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,” ujar Puan.
Puan sempat menyinggung terjadinya gejolak ekonomi global dan ketidakpastian yang berlanjut di tahun depan. Oleh karenanya, kata Puan, agenda pembangunan berkelanjutan membutuhkan respon negara-negara dunia.
“Kehadiran kita dalam pertemuan P20 adalah untuk dapat membangun komitmen kerja bersama dalam merespons gejolak dan tantangan global tersebut,” ucapnya.
Menurut Puan, kekuatan parlemen dalam mewakili suara rakyat memberikan legitimasi atas upaya pemerintah negara masing-masing dalam menjalankan komitmen kebijakan luar negeri dan kerjasama antar negara.
Baca juga: Apa Itu Resesi? Dunia Gelap yang Mengancam Tahun 2023
“Legitimasi parlemen tersebut akan diarahkan untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat global yang lebih baik, dengan hidup sejahtera, tentram dan memiliki bumi yang berkelanjutan,” katanya.
Untuk itu, Multilateralisme disebut sangat dibutuhkan untuk membangun kerja bersama antar negara yang efektif. Puan menilai, Multilateralisme dapat menjawab berbagai permasalahan seperti mendamaikan perang dagang, mendamaikan konflik geopolitik, mengatasi krisis pangan dan energi, melawan eksploitasi, hingga membangun kemajuan bersama.
“Indonesia mengajak parlemen P20, melalui Multilateralisme, untuk mencari solusi dan konsensus dalam mengantisipasi resesi ekonomi, mengatasi scary effect gejolak ekonomi global,” ujarnya.
“Selain itu juga untuk mempercepat transformasi ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat yang lebih luas, serta memperkuat orkestrasi G20 dalam menggerakan agenda pembangunan berkelanjutan,” tandas Puan.