Hippindo: Pola Konsumsi Masyarakat Kini Berubah, Lebih Berhati-hati Dalam Belanjakan Uangnya
Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia,Indeks Penjualan Riil (IPR) pada September 2022 sebesar 200,0, atau turun 0,9% secara bulanan.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pola konsumsi masyarakat saat ini terjadi perubahan seiring munculnya ketidakpastian ekonomi dan tingginya inflasi.
Dewan Penasehat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan, kondisi inflasi yang melonjak membuat masyarakat mengubah pola konsumsi, yaitu lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.
Masyarakat, kata Tutum, juga cenderung berbelanja sesuai dengan skala prioritas.
“Jadi dengan naiknya inflasi, masyarakat cenderung mengutamakan kewajibannya dulu. Seperti membayar cicilan, memenuhi kebutuhan pokok. Kalau untuk kebutuhan yang non pokok, mereka lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya,” terang Tutum yang dikutip dari Kontan, Rabu (11/10/2022).
Baca juga: Jokowi Beberkan Resep Pemerintah Kendalikan Inflasi Meskipun Harga BBM Naik
Tercatat, kinerja penjualan eceran diperkirakan menurun pada September 2022. Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI) menunjukkan, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada bulan tersebut sebesar 200,0, atau turun 0,9 persen secara bulanan.
Dalam memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga, Tutum melihat masyarakat cenderung untuk membeli barang yang lebih ekonomis dan mengubah pola konsumsi.
Seperti, yang tadinya membeli dalam skala banyak untuk keperluan mingguan maupun bulanan, menjadi untuk keperluan harian.
Tak jarang yang mengubah pola hidup makan di luar. Mungkin saja biasanya satu keluarga makan di pusat perbelanjaan dua kali dalam seminggu, ini memilih untuk makan di luar seminggu sekali, dua kali seminggu, atau malah memasak makanannya sendiri.
Apalagi untuk bukan kebutuhan pokok, seperti membeli pakaian, sepatu, maupun hiburan seperti nonton bioskop dan karaoke, masyarakat cenderung untuk mengurangi porsi belanja dalam kelompok ini.
“Jadi masyarakat akan memprioritaskan kebutuhan utamanya. Mereka cenderung melihat mana yang bisa ditahan? Atau jangan membeli barang yang tidak penting, dan lain-lain,” tambahnya.
Tutum tak bisa memprediksi kapan ketidakpastian ini akan berakhir.
Terlebih, kunci ketidakpastian ini terjadi di eksternal, yaitu perang antara Rusia dan Ukraina yang memberi dampak ke seluruh dunia. Inflasi yang tinggi membuat bank-bank sentral mengerek suku bunga acuan mereka.
Namun, ia berharap kondisi ketidakpastian akan berkurang sehingga kegiatan ekonomi kembali bergulir normal. Sembari menunggu ini terjadi, tentu Tutum dan para pelaku usaha ritel berupaya mempertahankan usaha dengan mengeluarkan berbagai strategi untuk bertahan. (Bidara Pink/Kontan)