Bank Dunia: Akhiri Penggunaan Batubara Perlu Kekompakan dan Melibatkan Seluruh Elemen Masyarakat
Proses bertransisi energi memerlukan persiapan dan pelaksanaan hingga satu dekade atau lebih yang meliputi fase pra penutupan PLTU hingga transisi.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengakhiran operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara merupakan bagian dari ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan faktor lingkungan, serta mencegah terjadinya perubahan iklim.
Namun, hal tersebut perlu diiringi dengan pengelolaan yang tepat terhadap aset-aset PLTU seperti teknologi, infrastruktur, dan pekerjanya.
Pemerintah dapat membangun kemitraan dengan berbagai pihak serta melibatkan masyarakat yang terdampak dalam perencanaan dan pelaksanaan transisi energi untuk meminimalisir risiko sosial dan ekonomi.
Proses bertransisi energi memerlukan persiapan dan pelaksanaan hingga satu dekade atau lebih yang meliputi fase pra penutupan PLTU, penutupan PLTU, dan transisi di tingkat regional.
Baca juga: Tiga PLTU Siap Dipensiun Dini, Mekanismenya Dibahas Bareng ADB dan World Bank
“Melalui fase pra penutupan PLTU, perlu dipastikan semua pemangku kepentingan terlibat, terutama local stakeholder, pemerintah dan komunitas,” ujar Senior Mining Specialist, World Bank, Balada Amor, Kamis (13/10/2022).
Berkaca dari pengalaman bertransisi energi perusahaan utilitas di sektor energi di Portugal, EDP Producao, sedang menginisiasi proses transisi dari PLTU mereka di Sines yang ditutup tahun 2020 menjadi Green Hydrogen Hub yang direncanakan beroperasi di tahun 2026.
Selain itu, EDP juga menekankan kemitraan sebagai hal yang fundamental serta menerapkan program bertransisi energi kepada para pekerjanya. EDP juga menerapkan program yang sama pada pekerja di perusahaan supplier uumereka yang juga terdampak dari penutupan ini.
“Faktor kuncinya adalah melibatkan lembaga publik, sosial, swasta dan masyarakat yang sudah ada di sana sehingga tidak tumpang tindih namun saling melengkapi. Selain itu penting pula bagi lembaga ketenagakerjaan nasional untuk melakukan pencatatan kontak para pekerja yang bekerja di PLTU sehingga dapat menghubungi mereka untuk ikut serta pada program peningkatan kapasitas,” ujar Head of Stakeholder Management of EDP Producao, Jorge Mayer.
Lebih lanjut, ia menambahkan perlu juga diantaranya untuk memberikan tunjangan kehilangan pekerjaan bagi para karyawan yang sudah bekerja lebih dari 2 atau 3 tahun dan memberikan fasilitas transportasi untuk membantu mobilisasi para mantan karyawan ke kantor EDP Producao jika membutuhkan bantuan.
Sementara itu Energy Initiatives Lead, World Economic Forum, Jorge Roche menyebut 3 aspek penting dalam melakukan transisi energi melalui pengalihan tujuan (repurposing) PLTU yaitu teknologi, pembiayaan, dan berkeadilan.
Secara teknologi, pengalihan tujuan PLTU ini akan mendulang manfaat di antaranya lahan, jaringan transmisi, peralatannya dapat digunakan untuk pengembangan energi terbarukan. Selain itu, para pekerjanya dapat dilatih untuk alih profesi ke energi bersih.
“Analisis manfaat yang dilakukan di India dari pengalihan tujuan PLTU ini justru lebih besar dari biaya penghentian PLTU. Manfaat langsung terbesar dari dihasilkan ketika PLTU diganti menjadi kombinasi PLTS, penyimpanan daya baterai (battery storage), dan Synchronous Condenser yang menggunakan generator dari PLTU yang lama. Selain itu, sebagian dari kebutuhan CAPEX repurposing dapat dipenuhi dari scrap value dari sisa aset PLTU yang lama,” ungkap Roche.
Contoh kasus lainnya di Andorra, di mana 1050 MW PLTU dihentikan dan diganti dengan 235 MW PLTS dan 54 MW battery storage di kawasan operasi PLTU.