Bauran Energi Baru Terbarukan Indonesia hanya 14,7 Persen, Pengamat: Pemerintah Lamban Urusi EBT
Fabby menambahkan, rata-rata pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia, sejak tahun 2004 hingga 2014 mencapai 500 MW per tahun.
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat sekaligus pendiri Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah Indonesia dinilai lamban mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam dua dekade terakhir.
Menurut catatannya, diawali tahun 2006 pada saat Fast Track Program (FTP I) dikerjakan. Kemudian, dilanjut pada tahun 2010 dan semuanya adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Selama dua dekade terakhir, kita memang sangat lambat dalam mengembangkan energi terbarukan. Karena kita fokus untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga uap atau dengan batubara," ujar Fabby dalam acara Mempercepat Penurunan Emisi, Meraih Devisa secara Virtual, Senin (17/10/2022).
Baca juga: Pertamina Alokasikan Belanja Modal Rp 168 Triliun Hingga 2026 untuk Kembangkan EBT
Fabby menambahkan, rata-rata pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia, sejak tahun 2004 hingga 2014 mencapai 500 MW per tahun.
Sementara di tahun 2015 hingga 2019, hanya mencapai 300-400 MW per tahun. Adapun energi fosil, kata dia, meningkat tumbuh lebih besar.
Dikatakan Fabby, potensi energi terbarukan paling besar yang dimiliki Indonesia ialah berasal dari Surya.
Untuk itu, dia menegaskan, tak perlu khawatir kekurangan energi terbarukan, sebab Indonesia memiliki sumber daya yang besar.
"Jadi kita punya sumber daya yang sangat besar, dan juga luas lahan di Indonesia itu lebih dibandingkan dengan negara ASEAN lain, kita itu sangat besar. Sebenarnya kita sangat mungkin untuk menghasilkan energi terbarukan itu dengan harga yang kompetitif," tutur dia.
Adapun Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan mengatakan, bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini baru mencapai 14,7 persen.
Kata dia, jumlah itu dinilai masih dibawah rata-rata jika dibandingkan dengan negara ASEAN, mencapai 33,5 persen di tahun 2020.
Baca juga: Indonesia Belum Berencana Ekspor Energi Baru Terbarukan ke Singapura, Ini Alasannya
Nurul menambahkan, potensi kemampuan Indonesia menghasilkan EBT dinilai sangat besar. Kata dia, dalam catatannya, potensi energi Surya mencapai 3.295 GW, namun pemanfaatannya hanya sebesar 0,01 persen atau 221 MW.
"Artinya potensinya sangat besar, artinya kita bisa punya kemampuan untuk menghasilkan ini lebih banyak mensuplai pada ketukan industri kita," ujarnya.