Indonesia Belum Berencana Ekspor Energi Baru Terbarukan ke Singapura, Ini Alasannya
Nurul menegaskan potensi EBT yang dimiliki Indonesia difokuskan untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT.
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, Nurul Ichwan memaparkan, alasan Indonesia belum berencana melakukan ekspor energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura.
Menurut Nurul, berdasarkan data World Economic Forum, tiga negara dari ASEAN termasuk Indonesia, tercatat memiliki penghasilan rendah perihal renewable energy.
Hal itu dia sampaikan dalam acara Mempercepat Penurunan Emisi, Merai Devisa secara Virtual, Senin (17/10/2022).
Baca juga: Toyota: Transisi Energi Baru Terbarukan Memegang Peranan Penting untuk Capai Netralitas Karbon
"Sehingga tiga negara ini boleh memposisikan diri apakah mereka akan mengkonsumsi listrik yang dihasilkan oleh negara-negara lainnya atau kita sendiri memberikan kebutuhan untuk diri kita sendiri," kata Nurul.
Lebih lanjut, Nurul mengatakan, Indonesia share energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini baru mencapai 14,7 persen.
Kata dia, jumlah itu dinilai masih dibawah rata-rata jika dibandingkan dengan negara ASEAN, mencapai 33,5 persen di tahun 2020.
Untuk itu, Nurul menegaskan potensi EBT yang dimiliki Indonesia difokuskan untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT.
"Nah untuk Indonesia tentunya kemampuan untuk menghasilkan sendiri dan juga mencoba untuk diri kita sendiri," ujar dia.
"Kebutuhannya sudah real, sehingga ketika kita tidak menghasilkan supply renewable energi tersebut," sambungnya.
Baca juga: Pengamat: Krisis BBM Saat Ini Perlu Dimanfaatkan Untuk Migrasi ke EBT
Nurul menambahkan, potensi kemampuan Indonesia menghasilkan EBT dinilai sangat besar. Kata dia, dalam catatannya, potensi energi Surya mencapai 3.295 GW, namun pemanfaatannya hanya sebesar 0,01 persen atau 221 MW.
"Artinya potensinya sangat besar, artinya kita bisa punya kemampuan untuk menghasilkan ini lebih banyak mensuplai pada ketukan industri kita," katanya.
Dikatakan Nurul, Indonesia justru bakal terancam menjadi negara tertinggal dari pemanfaatan EBT, jika memilih ekspor ke luar negeri dibanding memberikan suplai energi di dalam negeri.
"Misalnya, melakukan kegiatan mengekspor listrik renewable ke luar negeri. Kemudian mengurangi upaya untuk memberikan suplai ke dalam negeri secara progresif. Sehingga nanti, memberikan peluang bagi negara-negara di Asean yang punya kemampuan energi terbarukan suplai yang lebih bagus," ujarnya.
Baca juga: Menuju Net Zero Emission 2060, BRI Implementasikan Green Building hingga Energi Baru Terbarukan
"Dia kan punya peluang untuk bisa menarik industri lebih banyak ke dalam negara, dan kita akan menjadi tertinggal," tutur Nurul.