Our Reworked World Berdayakan Pekerja Informal dan UKM hingga Kampanye Selamatkan Bumi
Ke depan, Annika dan kawan-kawan akan meningkatkan kerja sama dengan lebih banyak penjahit dan penenun dari seluruh pelosok nusantara
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hampir tiga tahun, pandemi Covid-19 melanda dunia, wabah mematikan yang menghantam hampir semua sektor perekonomian, dari skala besar hingga kecil ke mikro.
Direktur Pelaksana Pengembangan Kebijakan dan Kemitraan Bank Dunia Mari Elka Pangestu memaparkan, pekerja yang paling terdampak pandemi banyak berasal dari sektor jasa dan konstruksi.
Tak terkecuali, sektor informal seperti tekstil.
Baca juga: BUMN Jadi Lokomotif Agen Pembangunan, BRI Dorong Pertumbuhan Domestik Lewat UMKM
Sekitar jutaan penjahit di Indonesia kehilangan pekerjaan hingga megap-megap memburu peluang di tengah situasi pandemi yang sulit demi bertahan hidup.
Senada dengan temuan Bank Dunia, Kementerian Perindustrian tahun 2020 pun mencatat, industri garmen mengalami penurunan jumlah produksi yang berimbas pada turunnya tingkat utilisasi industri garmen, dari 84,93 persen ke 65,00 persen.
Ini disebabkan kelangkaan dan mahalnya harga bahan baku, merosotnya jumlah permintaan, hingga kesulitan distribusi akibat pembatasan mobilitas, yang berujung pada terhentinya aktivitas industri.
Akibatnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia melaporkan, sebanyak 1,8 juta tenaga kerja dari sektor tekstil dirumahkan dan di-PHK.
Sampai hari ini, sebagian besar UKM bahkan masih “tidur pulas” alias gulung tikar.
Tak cuma di kotakota kecil, bahkan di kota-kota besar sekalipun kondisinya tak kalah suram.
Baca juga: Startup Ini Gencar Gelar Pelatihan Digitalisasi UMKM di Tanah Air
Sekelas Bali yang merupakan episentrum andalan Indonesia untuk wisatawan domestik dan mancanegara mencatat kehilangan potensi ekonomi hingga 90 persen.
"Situasi ini sangat memprihatinkan. Ini salah satu alasan kami menggagas Our Reworked World, yaitu gerakan untuk membantu para pekerja informal, khususnya para penjahit, serta UKM yang terimbas dan kehilangan pendapatan. Gerakan ini juga merupakan upaya kami dalam menggencarkan kampanye slow fashion yang bertujuan mengurangi limbah tekstil dan menyelamatkan bumi untuk masa depan yang berkelanjutan," kata Annika Rachmat, Co-founder, Our Reworked World dalam keterangan yang diterima, Selasa (18/10/2022).
Sebagaimana diketahui, slow fashion merupakan antitesis dari fast fashion, yang mana lebih
mengutamakan kualitas produk dan usia pemakaian yang lebih lama.
Meski relatif lebih mahal, namun, secara etika dan kualitas produk, slow fashion jauh lebih unggul dan ramah lingkungan ketimbang fast fashion.
Pasalnya, dalam beberapa laporan akhir-akhir ini, sejumlah isu sosial dan lingkungan akibat tren fast fashion mencuat di tingkat global dan kian mengkhawatirkan, termasuk masalah limbah tekstil, polusi udara karena pembakaran pakaian bekas, dan yang terburuk adalah, eksploitasi anak-anak menjadi pekerja berupah rendah.