Prancis, Spanyol dan Portugal Sepakat Bangun Pipa Gas Barcelona-Marseille
Eropa berebut untuk mengamankan pasokan energi alternatif dalam menghadapi tekanan dari Rusia yang telah secara progresif memotong aliran gas
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, MADRID – Spanyol, Portugal dan Prancis mengatakan bahwa mereka telah sepakat untuk membangun pipa bawah laut untuk mengalirkan hidrogen dan gas antara Barcelona dan Marseille.
Dilansir dari Reuters, Jumat (21/10/2022) langkah itu dilakukan untuk mengganti rencana perpanjangan pipa MidCat yang melintasi Pyrenees.
Perdana Menteri Portugal, Antonio Costa mengatakan bahwa rute yang melintasi pyrenees tersebut sebagian besar akan digunakan untuk memompa hidrogen hijau dan gas terbarukan lainnya, tetapi juga untuk sementara memungkinkan pengangkutan "jumlah terbatas" gas alam guna membantu meringankan krisis energi Eropa.
Sebelumnya, negara-negara Eropa berebut untuk mengamankan pasokan energi alternatif dalam menghadapi tekanan dari Rusia yang telah secara progresif memotong aliran gas.
Baca juga: Uni Eropa Bahas Batas Harga Gas di Tengah Krisis Energi
“Pembangunan pipa gas itu merupakan bentuk solidaritas dari mitra Eropa kami dalam menghadapi pemerasan energi oleh Presiden Putin,” kata Pedro Sanchez, Perdana Menteri Spanyol saat berada di Brussels, tempat ketiga pemimpin itu bertemu pada Kamis (20/10).
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan "sangat penting agar Eropa tetap bersatu".
Sumber Energi ‘Hijau’
Spanyol merupakan salah satu negara di Eropa yang telah menyumbang sekitar 20 persen hidrogen hijau pada kuartal pertama 2022.
Dalam hal ini, Cepsa yang menjadi produsen minyak dan gas di Spanyol, akan menginvestasikan sekitar 7 hingga 8 miliar euro untuk mengalihkan bisnisnya ke sumber energi rendah karbon pada 2030.
Spanyol memiliki kapasitas regasifikasi terbesar di Uni Eropa, menyumbang 33 persen dari seluruh LNG dan 44 persen dari kapasitas penyimpanan LNG.
Di sisi lain, Jerman yang secara historis lebih terpapar impor Rusia sedang mencari beberapa solusi untuk menutup lubang yang ditinggalkan oleh keputusan Rusia dalam membatasi pasokan gasnya.