Elon Musk Prediksi Resesi Dapat Berlangsung Hingga 2024
Awal pekan lalu, Elon Musk juga mengatakan bahwa resesi yang melanda China dan Eropa akan berdampak pada permintaan mobil listriknya.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – CEO Tesla, Elon Musk memperkirakan resesi akan berlangsung hingga musim semi 2024.
Awal pekan lalu, Elon Musk juga mengatakan bahwa resesi yang melanda China dan Eropa akan berdampak pada permintaan mobil listriknya.
"Hanya menebak, tapi mungkin sampai musim semi 2024," tweet Musk, ketika seorang pengguna Twitter menanyakan kepadanya berapa lama resesi akan berlangsung.
Baca juga: Dua Orang Terkaya di Dunia Kompak Peringatkan soal Resesi Global
Dikutip dari Reuters, Minggu (23/10/2022) Tesla pada awal bulan ini mengatakan bahwa mereka telah mengirimkan sebanyak 343.830 EV di kuartal ketiga, jumlah itu meleset dari perkiraan analis sebesar 359.162 EV.
Dalam sebuah pernyataan pada Juli lalu, Musk melihat bahwa ketidakpastian makroekonomi mungkin berdampak pada permintaan untuk kendaraan listriknya.
Di samping itu, Saham Tesla pada Kamis (20/10) mengalami penurunan sebesar 6,6 persen, sehari setelah Musk mengatakan kepada analis bahwa faktor resesi di China dan Eropa menyebabkan permintaan menjadi "sedikit lebih sulit daripada yang seharusnya."
Setidaknya enam broker juga menurunkan target harga mereka di saham, dengan Tesla bull Wedbush Securities membuat pemotongan terbesar 60 dolar AS untuk membawa target harganya menjadi 300 dolar AS.
Baca juga: Tips Berinvestasi di Tengah Bayangan Resesi, Perlu Disiplin Atur Keuangan
Kemudian, Musk secara terang-terangan mengungkapkan bahwa Tesla perlu memangkas sekitar 10 persen pekerjanya untuk menyeimbangkan antara biaya produksi EV-nya dan penurunan permintaan.
Dua Orang Terkaya di Dunia Kompak Peringatkan soal Resesi Global
Elon Musk dan Jeff Bezos, dua orang terkaya di dunia, memberikan pandangannya mengenai kemungkinan terjadinya resesi.
Dikutip dari CNN Business, awal pekan ini pendiri Amazon, Jeff Bezos mengungkapkan pendapatnya mengenai keadaan ekonomi saat ini. Dalam tweet yang diposting pada Rabu (19/10/2022), Bezos menilai ada masa-masa sulit yang akan terjadi di masa depan.
Sementara Musk sedikit lebih optimis, ketika dia berusaha meredakan kekhawatiran Wall Street mengenai prospek pertumbuhan perusahaan otomotif miliknya, Tesla.
Dalam panggilan konferensi dengan analis pada Rabu malam, bos Tesla memberikan nada percaya diri dengan mengatakan Tesla memiliki permintaan yang "sangat baik" untuk kuartal berikutnya dan pabriknya berjalan dengan kecepatan penuh.
Namun dia mengakui permintaan "sedikit lebih sulit" didapat, dan mencatat bahwa Eropa dan China sedang mengalami "semacam resesi."
Baca juga: Sinyal Resesi 2023 Kian Terasa, ASA Indonesia Gelar Diskusi Terkait Ancaman Krisis Ekonomi Global
Saham Tesla turun 7 persen pada awal perdagangan Kamis (20/10/2022), meskipun produsen EV ini melaporkan laba di kuartal ketiga tahun ini yang mendekati rekor. Analis dan investor semakin khawatir dengan kemampuan Tesla untuk mempertahankan pertumbuhannya dan menghadapi masalah logistik serta kenaikan inflasi.
Komentar Musk dan Bezos menambah seruan dari tokoh-tokoh publik lainnya bahwa kondisi ekonomi akan memburuk.
Awal bulan ini kepala raksasa keuangan JPMorgan Chase, Jamie Dimon menakuti seluruh pasar saham dengan mengatakan resesi bisa melanda Amerika Serikat (AS) hanya dalam enam hingga sembilan bulan.
Bahkan selebritas Gwyneth Paltrow ikut mengungkapkan keresahannya mengenai kemungkinan terjadinya resesi.
"Ekonomi menyebalkan. Saya hanya khawatir tentang tahun depan dan seberapa buruk resesi yang akan terjadi," kata pemeran Pepper Pots dalam film Iron Man kepada Hollywood Reporter minggu ini.
Sementara itu pada bulan lalu, rapper Cardi B memberikan keluh kesahnya mengenai inflasi dan suku bunga.
“Bagaimana orang-orang bertahan? Saya ingin tahu," ungkapnya.
Peluang resesi global capai 98 persen
Kekhawatiran mengenai ketidakpastian ekonomi merupakan hal yang masuk akal, mengingat para peneliti baru-baru ini menunjukkan kemungkinan resesi global mencapai 98,1 persen, menurut model probabilitas yang dijalankan peneliti keuangan Ned Davis Research.
Perusahaan riset investasi berbasis data ini mengungkapkan, model resesi setinggi ini pernah terjadi sebelumnya yaitu selama kemerosotan ekonomi yang parah, terakhir pada 2020 dan selama krisis keuangan global 2008 dan 2009.
Baca juga: Cegah Resesi, 27 Pimpinan Negara Kembali Lakukan Pertemuan untuk Menurunkan Harga Gas di Eropa
"Ini menunjukkan bahwa risiko resesi global yang parah meningkat untuk beberapa waktu di 2023," tulis ekonom di Ned Davis Research, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada akhir September.
Ketika bank sentral meningkatkan upaya mereka untuk mengendalikan inflasi, para ekonom dan investor semakin murung.
Tujuh dari 10 ekonom mempertimbangkan resesi global setidaknya "agak mungkin", menurut laporan dari World Economic Forum. Para ekonom memutar kembali perkiraan mereka untuk pertumbuhan ekonomi dan mengharapkan upah yang disesuaikan dengan inflasi dapat berjalan terus sepanjang sisa tahun ini.
Mengingat melonjaknya harga pangan dan energi, ada kekhawatiran biaya hidup yang tinggi dapat menimbulkan kerusuhan.
Sekitar 79 persen ekonom yang disurvei World Economic Forum memperkirakan kenaikan harga akan memicu kerusuhan sosial di negara-negara berpenghasilan rendah dan 20 persen kemungkinan akan terjadi kerusuhan di negara-negara berpenghasilan tinggi.