Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bakal Ada Perpres Percepatan Swasembada Gula, Ini Kata Anggota DPR dan Akademisi

Anggota Komisi VI Herman Khaeron menyebut bahwa perpres itu bukan bertujuan untuk swasembada tapi lebih ke stabilisasi harga. 

Penulis: Sanusi
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Bakal Ada Perpres Percepatan Swasembada Gula, Ini Kata Anggota DPR dan Akademisi
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Anggota Komisi VI Herman Khaeron. Herman Khaeron mengkritik rencana pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Percepatan Swasembada Gula 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Percepatan Swasembada Gula mendapat kritik dari anggota DPR.

Percepatan dimaksudkan untuk peningkatan produktivitas tebu, perluasan area perkebungan dan peningkatan efisiensi, utilisasi  dan kapasitas pabrik gula serta peningkatan kesejahteraan petani.

Anggota Komisi VI Herman Khaeron menyebut bahwa perpres itu bukan bertujuan untuk swasembada tapi lebih ke stabilisasi harga.

Baca juga: Punya Stok 449 Ribu Ton, Holding Perkebunan Nusantara Jaga Kestabilan Harga Gula 

"Ini bukan perpres swasembada tapi perpres stabilisasi harga karena disusun dengan rezim  inflasi. Seakan-akan kenaikan harga itu menakutkan sehingga merasa perlu dikendalikan," kata Herman dalam diskusi membedah Rancangan Perpres Percepatan Swasembada Gula di Jakarta,Rabu (26/10/2022).

Padahal bila memang mengacu pada tujuan mensejahterakan petani, maka seharusnya perpres itu menghilangkan hal-hal yang menghambat kesejahteraan petani seperti penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) atau pun pemberian subsidi pupuk bagi petani. 

Namun yang ada dalam perpres itu malah nuansa monopoli pada penunjukan PTPN III sebagai pelaksana perluasan lahan dan juga masalah impor gula sebanyak 700 ribu ton.

"Di aturan yang ada disebutkan bahan yang dapat ijin impor harus melakukan penanaman. Tapi aturan ini tidak tegas dijalankan," ujarnya.

BERITA REKOMENDASI

Pakar pertanian IPB  Andreas Dwi Santosa mengatakan bahwa masalah lahan merupakan hal yang sudah menjadi persoalan di sektor pertanian. Apalagi saat ini lahan pertanian tergerus. 

Oleh karena itu ia meragukan kemampuan dari PTPN untuk membuka 700 ribu lahan perkebunan gula baru. 

"Saya setuju bila memang HET dicabut untuk memberi kesejahteraan petani. Tapi ini kan faktanya untuk soal pupuk juga tidak mendapatkan (pupuk bersubsidi), " ujarnya.

Baca juga: Asosiasi Petani Tebu Khawatir Rancangan Perpres Swasembada Gula Jadi Ruang Impor

Pengamat pertanian Khudori juga termasuk yang tidak merasa perlu adanya perpres itu. Sebab bila melihat kondisi yang ada saat ini, lebih dibutuhkan konsistensi kebijakan ketimbang adanya regulasi baru.

"Industri gula terlalu banyak (over regulated). Aturan itu belum seluruhnya dilaksanakan dengan baik.  Tak ada jaminan perpres membuat swasembada dapat dicapai," kata Khudori.


Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (BPN) I Gusti Ketut Astawa mengatakan bahwa sejatinya tujuan pemerintah adalah mensejahterakan petani. Bila ternyata rancangan perpres yang ada malah tidak mensejahterakan petani, sebaiknya seluruh pihak yang tidak setuju memberi masukan.

"Seperti soal pencabutan HET dan pemberian pupuk bersubsidi, silahkan saja disampaikan," ujarnya.

Sikap Petani

Sekjen APTRI Nur Khaybsin saat pembukaan seminar mengatakan bahwa Swasembada gula sebenarnya sudah berkali-kali dicanangkan. Sejak masa Presiden SBY dimulai tahun 2008, kemudian berlanjut 2013 target swasembada gula meleset. Di era Pemerintahan Jokowi target swasembada gula tahun 2019 dan 2022 juga selalu meleset. 

APTRI menilai program swasembada gula tidak pernah tercapai karena pemerintah sendiri tidak pernah serius menjalankan program swasembada.

Baca juga: Puan Maharani Dorong Kesejahteraan Petani Tebu untuk Wujudkan Indonesia Swasembada Gula

Program swasembada gula sebenarnya terdistorsi (dihambat) sendiri oleh kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani tebu dan industri gula nasional. Sebagai contoh adalah kebijakan Harga Pokok Pembelian (HPP) gula petani yang tak pernah naik antara tahun 2016 sampai 2022 yakni Rp 9.100 per kg. Baru awal giling tahun 2022 ini HPP dinaikkan menjadi Rp 11.500 per kg. 

"Apalagi dalam rancangan perpres itu rencana impor 700 ribu ton, ini membuat resah para petani. Sehingga kami mengharapkan adanya masukan bagaimana untuk membuat swasembada gula tercapai dan kesejahteraan pertani terwujud," ujanya.

Ketua Umum DPN APTRI  Soemitro Samadikun mengatakan swasembada seharusnya ditugaskan kepada seluruh stakeholder pergulaan nasional.

Dari awal harus diajak berpikir bersama, merencanakan bersama, dan melaksanakan program secara bersama-sama serta saling menjaga agar swasembada gula nasional ini tidak ditumpangi kepentingan tersembunyi untuk keuntungan sepihak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas