Sempat Meroket di September, Inflasi Sri Lanka Turun Jadi 66 Persen Per Oktober
Laju inflasi makanan di Sri Lanka melambat dari level tertinggi sepanjang masa, yakni di angka 94,9 persen pada September.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Departemen Sensus dan Statistik Sri Lanka pada Senin (31/10) merilis data yang menyatakan bahwa tingkat inflasi utama negara itu turun menjadi 66 persen pada Oktober setelah mencapai 69,8 persen pada September.
Dikutip dari Reuters, Selasa (1/11/2022) Indeks Harga Konsumen (CPI) Sri Lanka masih tergolong tinggi yakni mencapai 85,6 persen untuk makanan, sementara untuk CPI non makanan mencapai 56,3 persen.
Namun, laju inflasi makanan melambat dari level tertinggi sepanjang masa, yakni di angka 94,9 persen pada September.
"Kami akhirnya melihat penurunan inflasi dan memperkirakan ini akan berlanjut selama beberapa bulan ke depan. Namun, inflasi kemungkinan hanya akan mencapai satu digit setelah kuartal kedua tahun depan," kata Dimantha Mathew, kepala penelitian di First Capital Holdings.
Di samping itu, Indeks Harga Konsumen Nasional (NCPI), yang mencakup inflasi harga eceran yang lebih luas, juga menyentuh rekor 73,7 persen pada September.
Dalam upaya untuk menjinakkan harga dan menstabilkan pasar, Bank Sentral Sri Lanka (CBSL) telah menaikkan suku bunga sebesar 900 basis poin sepanjang tahun ini.
Baca juga: Inflasi Sri Lanka Diprediksi Capai 70 Persen dalam Dua Bulan ke Depan
Sementara pengumuman kebijakan terakhirnya untuk tahun ini akan dilakukan pada minggu terakhir November.
“Inflasi tinggi yang berkelanjutan akan menyulitkan pemerintah untuk memperkenalkan pajak tidak langsung baru dalam tahun anggaran mendatang yang akan dipresentasikan ke parlemen pada 14 November,” kata para analis.
Baca juga: Bank Pembangunan Asia Siap Beri Bantuan untuk Atasi Krisis Ekonomi Sri Lanka
Para analis menambahkan bahwa pajak yang lebih tinggi sangat penting untuk meningkatkan pendapatan publik guna menopang konsolidasi fiskal dan mengunci program bailout 2,9 miliar dolar AS dengan Dana Moneter Internasional (IMF).