Menteri ESDM Terbitkan Permen Nomor 12/2022 Sebagai Langkah Antisipasi Krisis Energi di Dalam Negeri
Permen ini disusun sebagai langkah antisipatif apabila terjadi keadaan krisis energi dan/atau darurat energi.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan sejumlah langkah dalam mengantisipasi krisis energi di dalam negeri.
Satu di antaranya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi pada 17 Oktober 2022 lalu.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, Permen ESDM No. 12/2022 merupakan aturan teknis tentang tata cara penetapan dan penanggulangan krisis dan/atau darurat energi sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2 ayat (3), pasal 7, dan pasal 17 Perpres No. 41/2016.
“Permen ini disusun sebagai langkah antisipatif apabila terjadi keadaan krisis energi dan/atau darurat energi. Bukan berarti di Indonesia telah terjadi krisis atau akan terjadi krisis, sama sekali bukan,” tegas Djoko pada konferensi pers yang dikutip dari Kontan, Rabu (16/11/2022).
Baca juga: 8 Fakta KTT G20 Bali: Jokowi Singgung soal Krisis Energi hingga SBY dan Megawati Hadiri Gala Dinner
Djoko menjelaskan, kehadiran beleid ini mengatur mengenai jenis energi, cadangan operasional dan kebutuhan minimum, kriteria krisis energi dan/atau darurat energi, identifikasi daerah potensi krisis energi dan/atau darurat energi, serta tata cara tindakan penanggulangannya.
Berdasarkan peraturan ini, penetapan dan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik sebagai pengguna akhir secara nasional, yaitu BBM, tenaga listrik, LPG, dan gas bumi.
Krisis energi sendiri didefinisikan sebagai kondisi kekurangan energi, sedangkan darurat energi merupakan kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana.
Dalam menetapkan krisis energi, pemerintah mempertimbangkan cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum. Sementara itu, penetapan darurat energi mempertimbangkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu penanganan gangguan sarana dan prasarana energi.
Lebih lanjut, penetapan krisis energi dan/atau darurat energi juga didasari oleh dua kondisi, yakni kondisi teknis operasional dan kondisi nasional. Kondisi teknis operasional mempertimbangkan pemenuhan terhadap cadangan operasional minimum dan kebutuhan minimum untuk masing- masing jenis energi.
Sedangkan kondisi nasional ditetapkan dengan mempertimbangkan apabila krisis energi dan/atau darurat energi mengakibatkan terganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan/atau kegiatan perekonomian.
Penetapan kondisi teknis operasional ditetapkan oleh Menteri ESDM, sedangkan kondisi nasional ditetapkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi Sidang Anggota DEN.
Guna mengantisipasi potensi krisis energi dan/atau darurat energi, Permen ESDM No. 12/2022 juga mengamanatkan dilakukannya identifikasi dan pemantauan kondisi penyediaan dan kebutuhan energi oleh Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal DEN, dan Kepala BPH Migas sesuai dengan kewenangannya, serta pimpinan Badan Usaha.
Identifikasi dan pemantauan tersebut meliputi antara lain identifikasi ketersediaan dan kebutuhan energi di seluruh wilayah usaha, pengumpulan data peta spasial infrastruktur energi, dan penyusunan rencana langkah- langkah penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi yang diselenggarakan secara terkoordinasi.
Baca juga: Eropa Krisis Energi, Inggris Bangun Pembangkit Listrik di Antariksa
Djoko juga menambahkan bahwa tindakan penanggulangan krisis energi dan/atau darurat energi dilakukan oleh Menteri ESDM dengan melibatkan beragam pihak, seperti lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum, badan usaha, serta pihak-pihak terkait lainnya.
“Tindakan penanggulangan merupakan tindakan dalam keadaan tertentu yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda,” ungkap Djoko.
Keadaan tertentu tersebut menjadi pertimbangan dalam memberikan kemudahan paling sedikit terkait perizinan, pengadaan barang dan jasa, dan pembebasan lahan. Perkembangan pelaksanaan tindakan penanggulangan selanjutnya dilaporkan oleh Menteri ESDM kepada Presiden. (Filemon Agung/Kontan)