Ikuti Langkah Amerika, Analis Perkirakan Bank Indonesia akan Memperlambat Kenaikan Suku Bunga
Maximilianus Nico Demus mengatakan, di dalam negeri rilis laporan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) turut dinantikan
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga negara ekonomi terkuat dunia yakni Amerika Serikat (AS), China dan Jepang sudah melaporkan kebijakan moneternya, di mana AS sudah memperlambat kenaikan suku bunganya menjadi 50 basis poin (bps).
Sementara, China dan Jepang masih mempertahankan stabil tingkat suku bunganya untuk mendukung gerak ekonominya.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, di dalam negeri rilis laporan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) turut dinantikan.
Baca juga: Bank Indonesia: Modal Asing Keluar dari Pasar Keuangan Domestik dalam Sepekan Senilai Rp830 Miliar
"Sebagaimana The Fed (Bank Sentral AS) sudah memperlambat kenaikan suku bunganya, secara konsensus pasar memproyeksikan bahwa BI akan mengikuti langkah The Fed untuk memperlambat laju kenaikan suku bunga menjadi hanya 25 bps pada rilis suku bunga di Kamis mendatang," ujar dia melalui risetnya, Rabu (21/12/2022).
Adapun saat ini Bank Indonesia sudah menaikan suku bunga sejak Agustus 2022 untuk menjangkar kenaikan inflasi imbas kenaikan harga energi.
"Inflasi saat ini pun cukup terkendali dan tengah konsisten dalam tren penurunan sejak September 2022. Hal ini mencerminkan bahwa langkah BI untuk mengembalikan inflasi ke level acuannya sudah menunjukan tanda-tanda perbaikan," kata Nico.
Tidak hanya untuk tujuan pengendalian inflasi, langkah kenaikan suku bunga tersebut juga dilakukan untuk mengejar spread atau jarak suku bunga yang mengecil antara BI rate dan Fed rate.
Baca juga: Bank Indonesia Catat Rp1,77 Triliun Modal Asing Masuk ke Pasar Keuangan Domestik Dalam Sepekan
"Hal yang tentunya mempengaruhi daya tarik investasi asing. Hanya saja, yang menjadi perhatian yaitu risiko pelemahan nilai tukar yang turut mempengaruhi keputusan asing untuk berinvestasi," tutur Nico.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.