Neraca Pembayaran Indonesia Diprediksi Surplus 2,6 Miliar Dolar AS di 2022
Diketahui, pada 2021 neraca pembayaran nasional mengalami surplus yang cukup tinggi mencapai 13,5 miliar dolar AS.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) bakal surplus 2,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) di 2022.
Apabila dikonversi menjadi rupiah, angka tersebut sekitar Rp40 triliun (asumsi kurs Rp15.579 per dolar AS).
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, nilai surplus tercatat lebih rendah.
Baca juga: Neraca Pembayaran Indonesia Surplus Lebih dari Rp152 Triliun
Diketahui, pada 2021 neraca pembayaran nasional mengalami surplus yang cukup tinggi mencapai 13,5 miliar dolar AS.
"Untuk neraca pembayaran secara keseluruhan (diperkirakan) surplus 2,6 miliar dolar AS," ucap Perry dalam Seminar Nasional dengan tema 'Outlook Perekonomian Indonesia 2023: Menjaga Resiliensi Melalui Transformasi Struktural' di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Berdasarkan data Bank Indonesia, NPI pada triwulan III-2022 tercatat defisit 1,3 miliar dolar AS.
Defisitnya NPI pada periode tersebut akibat tekanan pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Perry kembali mengatakan, meski NPI berpotensi mencetak surplus, Perry melihat neraca transaksi berjalan pada tahun 2023 akan berada di level seimbang atau di 0 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini didorong oleh potensi kenaikan impor pada tahun depan.
Dalam kesempatan yangsama, Perry juga memprediksi nasib nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di 2023.
Menurutnya, mata uang Garuda bakal semakin perkasa.
Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi fluktuasi nilai tukar.
Baca juga: Bank Indonesia: Modal Asing Keluar dari Pasar Keuangan Domestik dalam Sepekan Senilai Rp830 Miliar
Mulai dari faktor ketidakpastian global, meredanya akselerasi The Fed dalam menaikkan suku bunga, dan masuknya modal asing ke Tanah Air.
"Sehingga kami perkirakan, nilai tukar rupiah ke depan akan cenderung menguat," ungkap Perry.
"Karena apa? Sekarang rupiah melemah karena dolarnya kuat dan The Fed akan menaikkan suku bunga hingga triwulan I-2023. Tapi ketidakpastian global akan menurun. Kalau ketidakpastian menurun, rupiah akan ke arah fundamentalnya" pungkasnya.