Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Petani di Kabupaten Madiun Minta Ketua KPK Ikut Mengawal Kebijakan Pengembangan Komoditas Porang

Kumpulan petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, meminta Ketua KPK Firli Bahuri ikut mengawal kebijakan pengembangan komoditas porang.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Petani di Kabupaten Madiun Minta Ketua KPK Ikut Mengawal Kebijakan Pengembangan Komoditas Porang
Istimewa
Kumpulan petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, meminta Ketua KPK Firli Bahuri ikut mengawal kebijakan pengembangan komoditas porang. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kumpulan petani di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, meminta Ketua KPK Firli Bahuri ikut mengawal kebijakan pengembangan komoditas porang.

Pasalnya, produk pertanian yang digadang-gadang menjadi komoditas ekspor unggulan itu kini banyak masalah di tingkat petani.

Masalah tersebut mulai dari harga jual yang terus merosot, proses registrasi lahan untuk syarat ekspor yang menyulitkan petani, pangsa pasar di tingkat domestik maupun global yang belum stabil, termasuk dukungan penerapan budidaya sesuai Good Agricultural Practices (GAP).

"Yang utama soal harga, anjlok parah, petani rugi karena bibit sekarang mahal, padahal katanya ekspor China sudah dibuka tapi kok tidak naik-naik, ini ada apa sebenarnya?," kata Koordinator petani Musyfik, dalam keterangan yang diterima, Minggu (1/1/2023).

Baca juga: Hilirisasi Porang Terus Digenjot untuk Tingkatkan Nilai Tambah dan Perluas Pasar

Menurutnya, biaya produksi yang dikeluarkan petani tak sebanding dengan harga jual.

Meski secara kualitas hasil panen musim ini lebih bagus dibanding musim lalu, nilai tukarnya beda jauh.

Berita Rekomendasi

Disebutkan, harga porang basah sekitar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram, porang kering Rp 20.000 sampai Rp 21.000.

Padahal, tahun lalu porang basah bisa mencapai Rp.15.000 dan porang kering Rp. 40.000 per kilogram.

"Kalau begini bagaimana kami kembalikan pinjaman KUR (Kredit Usaha Rakyat), kalau bisa ada standar hargalah karena selama ini dijual ke tengkulak atau pengepul," ucapnya.

Masalah lain, petani juga dipusingkan dengan persoalan administrasi pengurusan registrasi lahan.

Petani harus melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Induk Berusaha (NIB), dan mengisi sebanyak 134 formulir.

Baca juga: Porang Olahan Punya Pasar Menjanjikan di Luar Negeri

"Banyak yang tidak ngurus karena ribet, mestinya tidak perlu dibebani urusan begini, yang kami perlukan itu pendampingan budidaya, prasarana irigasi, jalan, dan jaminan pasar," ucap Musyfik.

Senada dengan itu, koordinator petani lainnya, Mohamad Suparno menyatakan, saat ini banyak aspek di sektor pertanian umbi porang yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Perhatian yang dimaksud tidak lain berupa pengembangan kebijakan yang terintegrasi mulai dari hulu sampai akhir.

"Jangan sampai petani didorong-dorong tapi pasarnya tidak jelas, jangan sampai juga ada permainan di ekspor seperti jenis (pertanian) lain," ucapnya.

Karena itulah, pihaknya memandang perlu ada kerja sama semua pihak dalam rangka pengembangan kebijakan yang betul-betul memihak ke petani.

Terlebih pemerintah tengah mengupayakan hirilisasi industri porang di mana bila hal itu tidak dilakukan dengan seksama jutru bisa merugikan petani.

"Karena ini banyak ekspor, mohon Pak Firli turun juga mengawal ini. Kami percaya beliau paham dan peduli,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas